Stabilitas Majapahit sempat koyak akibat perang saudara selama lima tahun yang terkenal dengan nama Perang Paregreg (Majapahit vs Blambangan (1401-1406 M)). Peperangan ini terjadi karena kekecewaan Pangeran Aji Rajanatha (Bhre Wirabhumi II) karena Dewan Saptaprabhu Majapahit lebih memilih Bhre Mataram Pangeran Wikramawardhana sebagai raja menggantikan Hayam Wuruk.
Mahapatih Gajah Mada sudah menjelaskan bahwa Pangeran Wikramawardhana (anak mantu baginda) tidak pantas sebagai putera mahkota, dan Pangeran Aji Rajanatha (anak kandung) baginda Prabu Hayam Wuruk jauh lebih berhak.
Kedudukan Mahapatih Gajah Mada yang sudah tidak sekuat dahulu membuat pendapatnya tidak lagi dianggap terlalu penting. Bathara Saptaprabhu tetap menempatkan Kusumawardhani dengan Wikramawardhana sebagai raja Majapahit yang baru. Karena itu Rajasanegara (Bathara ring Pamotan) yang merupakan pejabat Bhre Wirabhumi I, memanggil Pangeran Aji Rajanatha ke Pamotan untuk menjadi raja di Pamotan (Majapahit Timur) tahun 1401.
Kedhaton Majapahit Wetan di Pamotan/Porong (Sidoarjo) hendak melepaskan diri dari pusat Pemerintahan di Trowulan. Perang Paregrek terjadi 1401-1406. Kedhaton Wetan/Wirabhumi berperang melawan Kedhaton Kulon/Trowulan.
Keraton Wirabhumi yang diperintah oleh Pangeran Aji Rajanatha bergelar Bhre Wirabhumi II berhasil ditaklukkan oleh Kedhaton Kulon karena penghianatan senopatinya sendiri, Raden Gajah. Raden Gajah digelari Bhra Narapati oleh Wikramawardhana, seorang ksatria asal Probolinggo yang membelot ke pihak Majapahit setelah dijanjikan jabatan sebagai Bhre Wirabhumi ke-III.
Kisah ini terkenal didalam masyarakat Jawa dalam cerita rakyat pemberontakan Adipati Blambangan Kebo Marcuet. Kebo Marcuet berhasil ditaklukkan oleh Jaka Umbaran. Dan Jaka Umbaran setelah berhasil menaklukkan Adipati Kebo Marcuet, dikukuhkan sebagai Bhre Wirabhumi ke-III dengan nama Minak Jingga.
Adipati Kebo Marcuet inilah Bhre Wirabhumi, dan Minak Jingga tak lain adalah Raden Gajah, keponakan Bhre Wirabhumi sendiri.
Sepeninggal Prabhu Wikramawardhana, ketika tahta Majapahit dilimpahkan kepada Ratu Suhita, Bhra Narapati ingin melamar Kenconowungu/Suhita, Suhita menolak dan Bhra Narapati memberontak. Bhra Narapati kemudian digelari Menak Jinggo. Keraton Menak Jinggo ya di Pamotan/Porong.
Menak Jinggo berperang sampai terdesak ke kampung halamannya di Probolinggo karena dikeroyok Majapahit (Damarwulan) dari barat dan Menak Dadali Putih (Blambangan) dari timur.
Raden Arya Damar/Damarwulan (cucu Pangeran Aji Rajanatha), yang berhasil memadamkan pemberontakan Menak Jinggo.
Perang Paregreg tahun 1401-1406 terjadi antara Majapahit Kedhaton Kulon (Trowulan) melawan Majapahit Kedhaton Wetan (Pamotan). Perang perebutan hak tahta antara Wikramawardhana (menantu Hayam Wuruk) melawan Aji Rajanatha Bhre Wirabhumi II (putera selir Hayam Wuruk). Aji Rajanatha inilah yang dalam mitos buatan Mataram disebut Adipati Kebo Marcuet.
Aji Rajanatha Bhre Wirabhumi II adalah ahli berperang yang sering mendampingi Gajah Mada dalam perang dan sangat tekun beribadah. Dalam Suluk Balumbungan disebut "Bagaikan Singa di siang hari dan khusyu’ dalam doa di malam hari." Mungkin karena itu dia juga digelari sebagai Rshi Tawangalun, (saya artikan sebagai Sang Alim Penakluk Badai).
Sementara Raden Gajah adalah keponakan dari Bhre Wirabhumi II yang tentu mengenal betul dan akrab dengan Bhre Wirabhumi II termasuk mengetahui kelemahannya. Pemuda asal Pasuruhan-Ywangga itu menjabat sebagai senopati Kedhaton Wetan yang memimpin seluruh pasukan perang Kedhaton Wetan. Dengan pengetahuan dan wawasannya serta ambisinya, Raden Gajah berhianat dan memihak Kedhaton Kulon, oleh Wikramawardhana diberi gelar Raden Gajah Bhra Narapati.
Narapati berhasil membunuh Aji Rajanatha Bhre Wirabhumi II dan dilantik menjadi Bhre Wirabhumi III berkuasa di Pamotan. Raden Gajah alias Bhra Narapati alias Bhre Wirabhumi III inilah yang dalam mitos buatan Mataram disebut sebagai Joko Umbaran.
Setelah perang Paregrek Agung berakhir tahun 1406, Wikramawardhana memburu Pangeran Bhre Pakembangan (putera Bhre Wirabhumi II) dan Paramishora (keponakan Bhre Wirabhumi II) hingga ke Tulembang (Palembang), lalu ke Tumasik dan berakhir di Malaka. Bhre Pakembangan tewas sebagai buronan. Sedangkan Paramishora mendirikan Kesultanan Malaka setelah masuk islam bergelar Sultan Iskandar Syah.
Aji Rajanatha Bhre Wirabhumi II putera Hayam Wuruk memiliki dua istri. Istri pertama adalah Negarawrdhani puteri dari Rajasawardhana Dyah Larang (Bathara ring Pamotan). Dari pernikahan ini mereka dikaruniai empat anak:
Istri kedua Aji Rajanatha Bhre Wirabhumi II bernama Gusti Ayu Kepakisan, yaitu puteri dari Sira Dalem Sri Bima Chili Kepakisan, adipati Lamajang Tigangjuru yang diangkat Gajah Mada tahun 1343. Dari pernikahan kedua ini Aji Rajanatha Bhre Wirabhumi II dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Pangeran Kendali. Dia sangat mewarisi keahliah dari kakeknya Arya Wiraraja yang ahli strategi.
Pangeran Kendali (putera selir Bhre Wirabhumi II) kemudian menyerah pada Wikramawardhana, dia diampuni dan tinggal di istana bersama adiknya, Dyah Aniswari (Puteri Alun) yang menjadi istri selir Wikramawardhana. Pernikahan Wikramawardhana dengan Dyah Aniswari (Puteri Alun) ini kemudian melahirkan seorang anak laki-laki yang bernama Pangeran Arya Damar. Pangeran Arya Damar ini yang oleh pujangga Mataram disebut sebagai Damarwulan.
Negeri Wirabhumi/Kedhaton Wetan membentang dari Pamotan/Porong (Sidoarjo) sampai ujung timur Jawa. Daerah ini disebut juga sebagai Bang Wetan. Setelah Wikramawardhana mangkat tahun 1429, Prabustri Suhita naik tahta. Dia menganugerahkan kekuasaan di Lamajang Tigangjuru kepada Pangeran Kendali. Artinya daerah Wirabhumi dibagi dua.
Raden Gajah Bhra Narapati (Bhre Wirabhumi III) tidak terima jika wilayahnya dibagi dua. Dia melakukan perlawanan. Kisah ini oleh pujangga Mataram disebut bahwa dia ingin meminang Prabustri Suhita/Kenconowungu. Padahal FAKTANYA saat itu Prabustri Suhita/Kenconowungu sudah bersuami Aji Ratnapangkaja.
Maka terjadilah konflik kedua, kali ini Raden Gajah Bhra Narapati (Bhre Wirabhumi III) yang melawan Majapahit. Ketidaktundukan Raden Gajah Bhra Narapati (Bhre Wirabhumi III) membuatnya disebut sebagai MENAK JINGGO.
Prabustri Suhita mengutus senopati Majapahit yaitu Pangeran Arya Damar/Damarwulan (adik tirinya) dan Pangeran Kendali (kakak sepupunya). Dalam perang ini Raden Gajah Bhra Narapati (Bhre Wirabhumi III) alias Menak Jinggo dikepung dari barat di Trowulan oleh Arya Damar/Damarwulan dan dari selatan Pangeran Kendali di Lumajang.
Raden Gajah Bhra Narapati (Bhre Wirabhumi III) alias Menak Jinggo terdesak di muara sungai di daerah persembunyiannya, dan kalah dipenggal oleh Arya Damar/Damarwulan. Sungai itu merah karena darah dan banger (berbau anyir). Sejak itu daerah ini disebut Banger (nama asli Kota Probolinggo).
Kepala Menak Jinggo dipertontonkan sebagai pelajaran bagi rakyat yang menentang raja. Di lokasi itu kemudian dibangun Candi Menak Jinggo di Trowulan. Atas jasa Pangeran Arya Damar/Damar Wulan dan Pangeran Kendali dalam menumpas pemberontak, mereka mendapat jabatan baru. Arya Damar menjadi Adipati Palembang, dan Pangeran Menak Sembuyu putera Pangeran Kendali (Menaka Dadali Putih) menjadi Adipati Blambangan di Kuthorenon Lumajang.
Jadi bisa dikatakan tahun 1433 itu sebagai tahun resmi berdirinya Blambangan jika Menak Sembuyu dianggap sebagai raja Blambangan ke-I. Tapi jika menghargai perjuangan dan jasa Menak Dadali Putih (Pangeran Kendali), maka tahun 1429 ketika dia dilantik sebagai Adipati oleh Prabustri Suhita itulah yang lebih pantas disebut sebagai tahun resmi berdirinya Blambangan.
Saya lebih tertarik menempatkan Menak Dadali Putih pada urutan raja pertama walau saat itu Blambangan di Kuthorenon Lumajang belum resmi berdiri sendiri kaarena usaha pembentukannya masih dihalang-hlangi oleh Raden Gajah Bhra Narapati (Bhre Wirabhumi III) alias Menak Jinggo.
Stabilitas Majapahit sempat koyak akibat perang saudara selama lima tahun yang terkenal dengan nama Perang Paregrek (1401-1406 M). Peperangan ini terjadi karena kekecewaan Pangeran Aji Rajanatha (Bhre Wirabhumi II) setelah Dewan Saptaprabhu Majapahit lebih memilih Bhre Mataram Pangeran Wikramawardhana sebagai raja menggantikan Hayam Wuruk. Mahapatih Gajah Mada sudah menjelaskan bahwa Pangeran Wikramawardhana (anak mantu baginda) kurangtepat jika hendak diangkat sebagai putera mahkota, karena Pangeran Aji Rajanatha (anak kandung) baginda Prabu Hayam Wuruk jauh lebih berhak.
Kedudukan Mahapatih Gajah Mada yang sudah tidak sekuat dahulu membuat pendapatnya tidak lagi dianggap terlalu penting. Bathara Saptaprabhu tetap menempatkan Kusumawardhani dengan Wikramawardhana sebagai raja Majapahit yang baru. Karena itu Rajasanegara (Bathara ring Pamotan) yang merupakan pejabat Bhre Wirabhumi I, memanggil Pangeran Aji Rajanatha ke Pamotan untuk menjadi raja di Pamotan (Majapahit Timur) tahun 1401. Kedhaton Majapahit Wetan di Pamotan/Porong (Sidoarjo) hendak melepaskan diri dari pusat Pemerintahan di Trowulan. Perang Paregrek terjadi 1401-1406. Kedhaton Wetan/Wirabhumi berperang melawan Kedhaton Kulon/Trowulan.
Keraton Wirabhumi yang diperintah oleh Pangeran Aji Rajanatha bergelar Bhre Wirabhumi II berhasil ditaklukkan oleh Kedhaton Kulon karena penghianatan senopatinya sendiri, Raden Gajah. Raden Gajah digelari Bhra Narapati oleh Wikramawardhana, seorang ksatria asal Pasuruan/Probolinggo yang membelot ke pihak Majapahit setelah dijanjikan jabatan sebagai Bhre Wirabhumi ke-III.
Kisah ini terkenal didalam masyarakat Jawa dalam cerita rakyat pemberontakan Adipati Blambangan Kebo Marcuet. Kebo Marcuet berhasil ditaklukkan oleh Jaka Umbaran. Dan Jaka Umbaran setelah berhasil menaklukkan Adipati Kebo Marcuet, dikukuhkan sebagai Bhre Wirabhumi ke-III dengan nama Minak Jingga.
Adipati Kebo Marcuet inilah yang paling identik dengan Bhre Wirabhumi II (Pangeran Aji Rajanatha), sedangkan Menak Jinggo tak lain adalah Raden Gajah (Bhra Narapati), senopati Kedhaton Wetan yang sekaligus keponakan Bhre Wirabhumi II sendiri.
Sepeninggal Wikramawardhana, ketika tahta Majapahit dilimpahkan kepada Ratu Suhita, Bhra Narapati ingin melamar Kenconowungu/Suhita, Suhita menolak dan Bhra Narapati memberontak. Bhra Narapati kemudian digelari Menak Jinggo. Keraton Menak Jinggo ya di Pamotan/Porong karena meneruskan Kedhaton Bhre Wirabhumi I dan Bhre Wirabhumi II. Dia bahkan tidak pernah menginjakkan kaki ke Blambangan apalagi ke Banyuwangi.
Tahun 1433, Menak Jinggo berperang sampai terdesak ke kampung halamannya di Probolinggo karena dikeroyok Majapahit (Damarwulan) dari barat dan Menak Dadali Putih (Blambangan) dari selatandan timur, namun sayang Menak Dadali Putih gugur dalam perang itu. Akhirnya, Raden Arya Damar/ Damarwulan (cucu Pangeran Aji Rajanatha), yang berhasil memadamkan pemberontakan Menak Jinggo.
Pataka Sang Hyang Baruna Dharmaputra adalah pusaka Majapahit era Prabustri Suhita yg diwariskan pada Trah Blambangan.
Saat suatu daerah memiliki pimpinan, wilayah, rakyat, dan pengakuan dari daerah lain dg adanya pusaka. Maka dia resmi menjadi sebuah negara.
Diperkirakan tahun 1433, Pangeran Menak Sembuyu memperoleh Pataka Sang Hyang Baruna Dharmaputra atas jasa ayahnya membela kedaulatan Majapahit dari pemberontakan Raden Gajah Bhra Narapati (Menak Jinggo). Sejak itu Blambangan merdeka.
Sekarang Menak Jinggo diabadikan sebagai nama supporter bola Probolinggo "The Jinggo Mania"
Kurang tepat jika orang Banyuwangi mengagungkan Menak Jinggo sebagai raja dan pahlawan mereka karena Menak Jinggo ORANG PROBOLINGGO yang bahkan tidak pernah menginjakkan kaki di tanah Kabupaten Banyuwangi.
CATATAN
Mungkin kalau sebagai Ikon Banyuwangi tidak wajar dan sangat tidak logis, karena berdasarkan sejarah atau cerita rakyat dan letak geografis Menak Jinggo berasal dan meninggal di Probolinggo bukan di Blambangan. Disamping itu julukan untuk suporter “PERSEWANGI” tim sepakbola masyarakat Banyuwangi yaitu “Laskar Blambangan” atau “The Lasblang” bukan “The Lasminggo” Laskar Menak Jinggo. Lagipula faktanya saat ini masyarakat Probolinggo bangga menggunakan nama Minakjinggo? Bahkan tim sepakbola “PERSIPRO” juga mempunyai supporter setianya bernama “Laskar Minakjinggo” atau “ The Lasminggo”. Terjawab sudah.
Perlu diketahui bahwa selama ini ada tiga tokoh yang disebut Menak Jinggo:
Cerita penulisannya merupakan ide dari Belanda kepada sekutunya (Mataram) sebagai perang psikis untuk menjatuhkan Blambangan. Rajanya dijelek-jelekkan, cadel, raksasa, kejam, buruk rupa, pincang, dan segala keburukan lainnya. Salahnya lagi, kita orang Banyuwangi kemudian membela diri dengan mengatakan sebaliknya bahwa Menak Jinggo itu tidak seperti yang Mataram ceritakan, sayangnya Menak Jinggo yang kita bela selama ini, kita bangun patungnya, dan kita sanjung-sanjung bukan Menak Jinggo III (Prabu Danuningrat) tapi justru Menak Jinggo I (Raden Gajah Bhra Narapati).
Credit: Bathara Wirabhumi Aji Rajanatha
Mahapatih Gajah Mada sudah menjelaskan bahwa Pangeran Wikramawardhana (anak mantu baginda) tidak pantas sebagai putera mahkota, dan Pangeran Aji Rajanatha (anak kandung) baginda Prabu Hayam Wuruk jauh lebih berhak.
Kedudukan Mahapatih Gajah Mada yang sudah tidak sekuat dahulu membuat pendapatnya tidak lagi dianggap terlalu penting. Bathara Saptaprabhu tetap menempatkan Kusumawardhani dengan Wikramawardhana sebagai raja Majapahit yang baru. Karena itu Rajasanegara (Bathara ring Pamotan) yang merupakan pejabat Bhre Wirabhumi I, memanggil Pangeran Aji Rajanatha ke Pamotan untuk menjadi raja di Pamotan (Majapahit Timur) tahun 1401.
Kedhaton Majapahit Wetan di Pamotan/Porong (Sidoarjo) hendak melepaskan diri dari pusat Pemerintahan di Trowulan. Perang Paregrek terjadi 1401-1406. Kedhaton Wetan/Wirabhumi berperang melawan Kedhaton Kulon/Trowulan.
Keraton Wirabhumi yang diperintah oleh Pangeran Aji Rajanatha bergelar Bhre Wirabhumi II berhasil ditaklukkan oleh Kedhaton Kulon karena penghianatan senopatinya sendiri, Raden Gajah. Raden Gajah digelari Bhra Narapati oleh Wikramawardhana, seorang ksatria asal Probolinggo yang membelot ke pihak Majapahit setelah dijanjikan jabatan sebagai Bhre Wirabhumi ke-III.
Kisah ini terkenal didalam masyarakat Jawa dalam cerita rakyat pemberontakan Adipati Blambangan Kebo Marcuet. Kebo Marcuet berhasil ditaklukkan oleh Jaka Umbaran. Dan Jaka Umbaran setelah berhasil menaklukkan Adipati Kebo Marcuet, dikukuhkan sebagai Bhre Wirabhumi ke-III dengan nama Minak Jingga.
Adipati Kebo Marcuet inilah Bhre Wirabhumi, dan Minak Jingga tak lain adalah Raden Gajah, keponakan Bhre Wirabhumi sendiri.
Sepeninggal Prabhu Wikramawardhana, ketika tahta Majapahit dilimpahkan kepada Ratu Suhita, Bhra Narapati ingin melamar Kenconowungu/Suhita, Suhita menolak dan Bhra Narapati memberontak. Bhra Narapati kemudian digelari Menak Jinggo. Keraton Menak Jinggo ya di Pamotan/Porong.
Menak Jinggo berperang sampai terdesak ke kampung halamannya di Probolinggo karena dikeroyok Majapahit (Damarwulan) dari barat dan Menak Dadali Putih (Blambangan) dari timur.
Raden Arya Damar/Damarwulan (cucu Pangeran Aji Rajanatha), yang berhasil memadamkan pemberontakan Menak Jinggo.
Jasa-jasa mereka:
- Raden Arya Damar/Damarwulan diangkat sebagai Adipati Palembang oleh Prabustri Sri Suhita/Kenconowungu.
Dalam cerita rakyat, inilah kisah Damarwulan menikahi Ratu Suhita/Kencana Wungu. SALAH. Karena Kenconowungu sudah bersuami Raden aji Ratnapangkaja. - Menak Dadali Putih (Adipati Blambangan) mendapat otonomi khusus yang lebih luas oleh Prabustri Sri Suhita/Kenconowungu.
Dari sini terlihat jelas bahwa:
- Menak Jinggo bukan Bhre Wirabhumi (anak Hayam Wuruk)
- Menak Jinggo bukan raja Blambangan.
- Raja Blambangan adalah Menak Dadali Putih bukan Menak Jinggo. Menak Dadali Putih adalah anak selir dari Pangeran Aji Rajanatha (Bhre Wirabhumi II), jadi masih keponakan Kenconowungu dan juga Paman Arya Damar.
- Sekarang Menak Jinggo diabadikan sebagai nama supporter bola Probolinggo "The Jinggo Mania"
- Kurang tepat jika orang Banyuwangi mengagung2kan Menak Jinggo sebagai raja dan pahlawan mereka karena Menak Jinggo memang penghianat.
Catatan:
- Yang melawan Majapahit bukan Blambangan tapi Kedhaton Wetan (Wirabhumi) yg beribukota di Pamotan/Porong (Sidoarjo). Blambangan hanya salah satu propinsi yang menjadi bagian dari Wirabhumi ini. Propinsi-propinsi Wirabhumi saat itu adalah:
a. Kerajaan Lamajang,
b. Kerajaan Pakembangan/Bondowoso barat,
c. Kerajaan Kedhawung/Puger (Jember selatan),
d. Kerajaan Panarukan (Situbondo Barat). - Kedhaton Blambangan waktu itu tidak di Banyuwangi tapi masih di Kuthorenon Lumajang, menempati bekas kraton Pu Nambi (Kerajaan Lamajang Tigangjuru) yang dibangun ulang.
- Selama ini kita anggap Bhre Wirabhumi putera Hayam Wuruk itu adalah Menak Jinggo, SALAH. Menak Jinggo yang selama ini diagung2kan orang Banyuwangi itu sebenarnya lebih tepat disebut Raden Gajah/Bhra Narapati, yaitu keponakan Bhre Wirabhumi II.
- Menak Jinggo adalah RAJA WIRABHUMI ke-III di Sidoarjo, putera asli PROBOLINGGO.
Kisah Perang Paregreg
Perang Paregreg tahun 1401-1406 terjadi antara Majapahit Kedhaton Kulon (Trowulan) melawan Majapahit Kedhaton Wetan (Pamotan). Perang perebutan hak tahta antara Wikramawardhana (menantu Hayam Wuruk) melawan Aji Rajanatha Bhre Wirabhumi II (putera selir Hayam Wuruk). Aji Rajanatha inilah yang dalam mitos buatan Mataram disebut Adipati Kebo Marcuet.
Aji Rajanatha Bhre Wirabhumi II adalah ahli berperang yang sering mendampingi Gajah Mada dalam perang dan sangat tekun beribadah. Dalam Suluk Balumbungan disebut "Bagaikan Singa di siang hari dan khusyu’ dalam doa di malam hari." Mungkin karena itu dia juga digelari sebagai Rshi Tawangalun, (saya artikan sebagai Sang Alim Penakluk Badai).
Sementara Raden Gajah adalah keponakan dari Bhre Wirabhumi II yang tentu mengenal betul dan akrab dengan Bhre Wirabhumi II termasuk mengetahui kelemahannya. Pemuda asal Pasuruhan-Ywangga itu menjabat sebagai senopati Kedhaton Wetan yang memimpin seluruh pasukan perang Kedhaton Wetan. Dengan pengetahuan dan wawasannya serta ambisinya, Raden Gajah berhianat dan memihak Kedhaton Kulon, oleh Wikramawardhana diberi gelar Raden Gajah Bhra Narapati.
Narapati berhasil membunuh Aji Rajanatha Bhre Wirabhumi II dan dilantik menjadi Bhre Wirabhumi III berkuasa di Pamotan. Raden Gajah alias Bhra Narapati alias Bhre Wirabhumi III inilah yang dalam mitos buatan Mataram disebut sebagai Joko Umbaran.
Setelah perang Paregrek Agung berakhir tahun 1406, Wikramawardhana memburu Pangeran Bhre Pakembangan (putera Bhre Wirabhumi II) dan Paramishora (keponakan Bhre Wirabhumi II) hingga ke Tulembang (Palembang), lalu ke Tumasik dan berakhir di Malaka. Bhre Pakembangan tewas sebagai buronan. Sedangkan Paramishora mendirikan Kesultanan Malaka setelah masuk islam bergelar Sultan Iskandar Syah.
Kembali ke Majapahit.
Aji Rajanatha Bhre Wirabhumi II putera Hayam Wuruk memiliki dua istri. Istri pertama adalah Negarawrdhani puteri dari Rajasawardhana Dyah Larang (Bathara ring Pamotan). Dari pernikahan ini mereka dikaruniai empat anak:
- Bhre Pakembangan yang meninggal saat menjadi buronan di Tulembang.
- Dewi Seruni.
- Duhitawardhani.
- Dyah Aniswari/Puteri Alun.
Istri kedua Aji Rajanatha Bhre Wirabhumi II bernama Gusti Ayu Kepakisan, yaitu puteri dari Sira Dalem Sri Bima Chili Kepakisan, adipati Lamajang Tigangjuru yang diangkat Gajah Mada tahun 1343. Dari pernikahan kedua ini Aji Rajanatha Bhre Wirabhumi II dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Pangeran Kendali. Dia sangat mewarisi keahliah dari kakeknya Arya Wiraraja yang ahli strategi.
Pangeran Kendali (putera selir Bhre Wirabhumi II) kemudian menyerah pada Wikramawardhana, dia diampuni dan tinggal di istana bersama adiknya, Dyah Aniswari (Puteri Alun) yang menjadi istri selir Wikramawardhana. Pernikahan Wikramawardhana dengan Dyah Aniswari (Puteri Alun) ini kemudian melahirkan seorang anak laki-laki yang bernama Pangeran Arya Damar. Pangeran Arya Damar ini yang oleh pujangga Mataram disebut sebagai Damarwulan.
Negeri Wirabhumi/Kedhaton Wetan membentang dari Pamotan/Porong (Sidoarjo) sampai ujung timur Jawa. Daerah ini disebut juga sebagai Bang Wetan. Setelah Wikramawardhana mangkat tahun 1429, Prabustri Suhita naik tahta. Dia menganugerahkan kekuasaan di Lamajang Tigangjuru kepada Pangeran Kendali. Artinya daerah Wirabhumi dibagi dua.
- Porong/Sidoarjo, Pasuruhan, dan Ywaangga (Probolinggo) menjadi wilayah kekuasaan Raden Gajah Bhra Narapati (Bhre Wirabhumi III),
- Sedangkan daerah Lamajang Tigangjuru (karesidenan Besuki) menjadi wilayah Pangeran Kendali yang kemudian bergelar Menak Dadali Putih.
Raden Gajah Bhra Narapati (Bhre Wirabhumi III) tidak terima jika wilayahnya dibagi dua. Dia melakukan perlawanan. Kisah ini oleh pujangga Mataram disebut bahwa dia ingin meminang Prabustri Suhita/Kenconowungu. Padahal FAKTANYA saat itu Prabustri Suhita/Kenconowungu sudah bersuami Aji Ratnapangkaja.
Maka terjadilah konflik kedua, kali ini Raden Gajah Bhra Narapati (Bhre Wirabhumi III) yang melawan Majapahit. Ketidaktundukan Raden Gajah Bhra Narapati (Bhre Wirabhumi III) membuatnya disebut sebagai MENAK JINGGO.
Prabustri Suhita mengutus senopati Majapahit yaitu Pangeran Arya Damar/Damarwulan (adik tirinya) dan Pangeran Kendali (kakak sepupunya). Dalam perang ini Raden Gajah Bhra Narapati (Bhre Wirabhumi III) alias Menak Jinggo dikepung dari barat di Trowulan oleh Arya Damar/Damarwulan dan dari selatan Pangeran Kendali di Lumajang.
Raden Gajah Bhra Narapati (Bhre Wirabhumi III) alias Menak Jinggo terdesak di muara sungai di daerah persembunyiannya, dan kalah dipenggal oleh Arya Damar/Damarwulan. Sungai itu merah karena darah dan banger (berbau anyir). Sejak itu daerah ini disebut Banger (nama asli Kota Probolinggo).
Kepala Menak Jinggo dipertontonkan sebagai pelajaran bagi rakyat yang menentang raja. Di lokasi itu kemudian dibangun Candi Menak Jinggo di Trowulan. Atas jasa Pangeran Arya Damar/Damar Wulan dan Pangeran Kendali dalam menumpas pemberontak, mereka mendapat jabatan baru. Arya Damar menjadi Adipati Palembang, dan Pangeran Menak Sembuyu putera Pangeran Kendali (Menaka Dadali Putih) menjadi Adipati Blambangan di Kuthorenon Lumajang.
Catatan: Menak Dadali Putih gugur saat perang tersebut.
Raja Blambangan yang sebenarnya
Jadi bisa dikatakan tahun 1433 itu sebagai tahun resmi berdirinya Blambangan jika Menak Sembuyu dianggap sebagai raja Blambangan ke-I. Tapi jika menghargai perjuangan dan jasa Menak Dadali Putih (Pangeran Kendali), maka tahun 1429 ketika dia dilantik sebagai Adipati oleh Prabustri Suhita itulah yang lebih pantas disebut sebagai tahun resmi berdirinya Blambangan.
Saya lebih tertarik menempatkan Menak Dadali Putih pada urutan raja pertama walau saat itu Blambangan di Kuthorenon Lumajang belum resmi berdiri sendiri kaarena usaha pembentukannya masih dihalang-hlangi oleh Raden Gajah Bhra Narapati (Bhre Wirabhumi III) alias Menak Jinggo.
Ringkasan dan kesimpulan
Stabilitas Majapahit sempat koyak akibat perang saudara selama lima tahun yang terkenal dengan nama Perang Paregrek (1401-1406 M). Peperangan ini terjadi karena kekecewaan Pangeran Aji Rajanatha (Bhre Wirabhumi II) setelah Dewan Saptaprabhu Majapahit lebih memilih Bhre Mataram Pangeran Wikramawardhana sebagai raja menggantikan Hayam Wuruk. Mahapatih Gajah Mada sudah menjelaskan bahwa Pangeran Wikramawardhana (anak mantu baginda) kurangtepat jika hendak diangkat sebagai putera mahkota, karena Pangeran Aji Rajanatha (anak kandung) baginda Prabu Hayam Wuruk jauh lebih berhak.
Kedudukan Mahapatih Gajah Mada yang sudah tidak sekuat dahulu membuat pendapatnya tidak lagi dianggap terlalu penting. Bathara Saptaprabhu tetap menempatkan Kusumawardhani dengan Wikramawardhana sebagai raja Majapahit yang baru. Karena itu Rajasanegara (Bathara ring Pamotan) yang merupakan pejabat Bhre Wirabhumi I, memanggil Pangeran Aji Rajanatha ke Pamotan untuk menjadi raja di Pamotan (Majapahit Timur) tahun 1401. Kedhaton Majapahit Wetan di Pamotan/Porong (Sidoarjo) hendak melepaskan diri dari pusat Pemerintahan di Trowulan. Perang Paregrek terjadi 1401-1406. Kedhaton Wetan/Wirabhumi berperang melawan Kedhaton Kulon/Trowulan.
Keraton Wirabhumi yang diperintah oleh Pangeran Aji Rajanatha bergelar Bhre Wirabhumi II berhasil ditaklukkan oleh Kedhaton Kulon karena penghianatan senopatinya sendiri, Raden Gajah. Raden Gajah digelari Bhra Narapati oleh Wikramawardhana, seorang ksatria asal Pasuruan/Probolinggo yang membelot ke pihak Majapahit setelah dijanjikan jabatan sebagai Bhre Wirabhumi ke-III.
Kisah ini terkenal didalam masyarakat Jawa dalam cerita rakyat pemberontakan Adipati Blambangan Kebo Marcuet. Kebo Marcuet berhasil ditaklukkan oleh Jaka Umbaran. Dan Jaka Umbaran setelah berhasil menaklukkan Adipati Kebo Marcuet, dikukuhkan sebagai Bhre Wirabhumi ke-III dengan nama Minak Jingga.
Adipati Kebo Marcuet inilah yang paling identik dengan Bhre Wirabhumi II (Pangeran Aji Rajanatha), sedangkan Menak Jinggo tak lain adalah Raden Gajah (Bhra Narapati), senopati Kedhaton Wetan yang sekaligus keponakan Bhre Wirabhumi II sendiri.
Sepeninggal Wikramawardhana, ketika tahta Majapahit dilimpahkan kepada Ratu Suhita, Bhra Narapati ingin melamar Kenconowungu/Suhita, Suhita menolak dan Bhra Narapati memberontak. Bhra Narapati kemudian digelari Menak Jinggo. Keraton Menak Jinggo ya di Pamotan/Porong karena meneruskan Kedhaton Bhre Wirabhumi I dan Bhre Wirabhumi II. Dia bahkan tidak pernah menginjakkan kaki ke Blambangan apalagi ke Banyuwangi.
Tahun 1433, Menak Jinggo berperang sampai terdesak ke kampung halamannya di Probolinggo karena dikeroyok Majapahit (Damarwulan) dari barat dan Menak Dadali Putih (Blambangan) dari selatandan timur, namun sayang Menak Dadali Putih gugur dalam perang itu. Akhirnya, Raden Arya Damar/ Damarwulan (cucu Pangeran Aji Rajanatha), yang berhasil memadamkan pemberontakan Menak Jinggo.
Atas Jasa-jasa mereka:
- Pangeran Arya Damar/Damarwulan diangkat sebagai Adipati Palembang oleh Prabustri Sri Suhita/Kenconowungu. Dalam cerita rakyat, inilah kisah Damarwulan menikahi Ratu Suhita/Kencana Wungu. SALAH. Karena Kenconowungu sudah bersuami Raden Aji Ratnapangkaja.
- Pangeran Menak Sembuyu (putera Menak Dadali Putih, Adipati Blambangan I) mendapat kedudukansebagai raja Blambangan merdeka tahun 1433 dengan dianugerahkannya Pusaka
SANG HYANG BARUNA DHARMAPUTRA
Pataka Sang Hyang Baruna Dharmaputra adalah pusaka Majapahit era Prabustri Suhita yg diwariskan pada Trah Blambangan.
Saat suatu daerah memiliki pimpinan, wilayah, rakyat, dan pengakuan dari daerah lain dg adanya pusaka. Maka dia resmi menjadi sebuah negara.
Diperkirakan tahun 1433, Pangeran Menak Sembuyu memperoleh Pataka Sang Hyang Baruna Dharmaputra atas jasa ayahnya membela kedaulatan Majapahit dari pemberontakan Raden Gajah Bhra Narapati (Menak Jinggo). Sejak itu Blambangan merdeka.
Dari sini terlihat jelas bahwa:
- Menak Jinggo bukan Bhre Wirabhumi (anak Hayam Wuruk)
Menak Jinggo bukan raja Blambangan. - Raja Blambangan adalah Menak Dadali Putih bukan Menak Jinggo. 3. Menak Dadali Putih adalah anak selir dari Pangeran Aji Rajanatha (Bhre Wirabhumi II), jadi masih keponakan Kenconowungu dan juga Paman Arya Damar. Menak Dadali Putih adalah cucu Prabu Hayam Wuruk.
Sekarang Menak Jinggo diabadikan sebagai nama supporter bola Probolinggo "The Jinggo Mania"
Kurang tepat jika orang Banyuwangi mengagungkan Menak Jinggo sebagai raja dan pahlawan mereka karena Menak Jinggo ORANG PROBOLINGGO yang bahkan tidak pernah menginjakkan kaki di tanah Kabupaten Banyuwangi.
CATATAN
- Yang melawan Majapahit bukan Blambangan tapi Kedhaton Wetan (Wirabhumi) yg beribukota di Pamotan/Porong (Sidoarjo).
- Blambangan hanya salah satu propinsi yang menjadi bagian dari Wirabhumi ini. Propinsi-propinsi Wirabhumi saat itu adalah: (a) Kerajaan Lamajang, (b) Kerajaan Pakembangan/Bondowoso barat, (c) Kerajaan Kedhawung/Puger (Jember selatan), (d) Kerajaan Panarukan (Situbondo Barat).
- Kedhaton Blambangan waktu itu tidak di Banyuwangi tapi masih di Kuthorenon Lumajang, menempati bekas kraton Pu Nambi (Kerajaan Lamajang Tigangjuru) yang dibangun ulang.
- Selama ini kita anggap Bhre Wirabhumi putera Hayam Wuruk itu adalah Menak Jinggo, SALAH. Menak Jinggo yang selama ini diagung-agungkan orang Banyuwangi itu sebenarnya lebih tepat disebut Raden Gajah/Bhra Narapati, yaitu keponakan Bhre Wirabhumi II.
- Menak Jinggo adalah RAJA WIRABHUMI ke-III di Sidoarjo, putera asli Ywangga atau Banger alias PROBOLINGGO.
Mungkin kalau sebagai Ikon Banyuwangi tidak wajar dan sangat tidak logis, karena berdasarkan sejarah atau cerita rakyat dan letak geografis Menak Jinggo berasal dan meninggal di Probolinggo bukan di Blambangan. Disamping itu julukan untuk suporter “PERSEWANGI” tim sepakbola masyarakat Banyuwangi yaitu “Laskar Blambangan” atau “The Lasblang” bukan “The Lasminggo” Laskar Menak Jinggo. Lagipula faktanya saat ini masyarakat Probolinggo bangga menggunakan nama Minakjinggo? Bahkan tim sepakbola “PERSIPRO” juga mempunyai supporter setianya bernama “Laskar Minakjinggo” atau “ The Lasminggo”. Terjawab sudah.
SOLUSI SEJARAH
Perlu diketahui bahwa selama ini ada tiga tokoh yang disebut Menak Jinggo:
- Raden Gajah Bhra Narapati (Bhre Wirabhumi III) alias Menak Jinggo berkedudukan di Pamotan/Porong (Sidoarjo) sebagai Raja Wirabhumi ke-3 memerintah tahun 1406-1433 dan tewas dalam perang melawan Majapahit (Pangeran Arya Damar/Damarwulan) + Blambangan (Pangeran Kendali/Menak Dadali Putih). Karena SEJARAH TERLANJUR BEGINI, maka penulis lebih merasa pas jika tokoh ini disebut Menak Jinggo I.
- Menak Cucu, menjabaat sebagai Adipati Candibang (daerah Wongsorejo/ Baluran) yang memerintah tahun 1546-1575. Beliau adalah putera dari Menak Koncar (raja Blambangan keenam). Menak Cucu pernah diserang Patih Ularan dari Kerajaan Gelgel di Bali tahun 1575 dan menyelamatkan diri ke ibukota Blambangan di Kuthorenon Lumajang. Saat itu Blambangan dipimpin oleh Menak Pati/Dalem Sri Juru (raja ke Sembilan 1546-1575). Karena SEJARAH TERLANJUR BEGINI, maka penulis lebih merasa pas jika tokoh ini disebut Menak Jinggo II.
- Prabu Danuningrat/Pangeran Mas Sepuh raja Blambangan ke-13 yang memerintaah tahun 1736-1763 di Kota Blambangan Hamuncar. Kakak Wong Agung Wilis ini sangat dekat dengan penguasa-penguasa di Bali karena ibunya adlah keturunana Bali, dan saudarinya merupakan istri Pengeran Agung Mengwi-Bali. Pada masa pemerintahannya di Mataram ditulis Legenda Menak Jinggo melawan Damarwulan yang kemudian dibawa kemari pada masa Bupati Banyuwangi ke-6 yang mempopulerkan SENI JANGER. Kesenian aneh; Idenya dari VOC-Belanda, Ceritanya ditulis di Mataram, Kisahnya tentang raja Blambangan, namun diiringi musik Bali. Cerita yang kacau sebagaimana telah kita dengar selama ini (dan sudah penulis kutip di bagian dua tulisan ini). Maka, karena SEJARAH TERLANJUR BEGINI, maka penulis lebih merasa pas jika tokoh ini disebut Menak Jinggo III.
Cerita penulisannya merupakan ide dari Belanda kepada sekutunya (Mataram) sebagai perang psikis untuk menjatuhkan Blambangan. Rajanya dijelek-jelekkan, cadel, raksasa, kejam, buruk rupa, pincang, dan segala keburukan lainnya. Salahnya lagi, kita orang Banyuwangi kemudian membela diri dengan mengatakan sebaliknya bahwa Menak Jinggo itu tidak seperti yang Mataram ceritakan, sayangnya Menak Jinggo yang kita bela selama ini, kita bangun patungnya, dan kita sanjung-sanjung bukan Menak Jinggo III (Prabu Danuningrat) tapi justru Menak Jinggo I (Raden Gajah Bhra Narapati).
Credit: Bathara Wirabhumi Aji Rajanatha
Komentar
Posting Komentar