Pada kesempatan pembahasan public speaking kali ini, kita membahas terlebih dahulu apa yang mendasari atau sebagai dasar utama seseorang mau dan mampu berbicara di depan publik. Tidak lain adalah persepsi. Mengapa persepsi? Persepsi adalah cara pandang kita terhadap sesuatu berdasarkan dari masa lalu baik itu pendidikan, pengetahuan, pengalaman, dan lingkungan dimana kita berada.
Yang pertama adalah, bagaimana kita menilai diri sendiri, bagaimana kita menilai orang lain, dan bagaimana kita mempersepsikan orang lain menilai kita. Kita mulai yang pertama, bagaimana kita menilai diri sendiri.
Ini menarik. Bagaimana menilai diri sendiri? Jadi kalau kita bicara persepsi adalah modal dasar dalam kita berinteraksi dengan pihak lain, adalah bagaimana menilai diri sendiri. Kalian kalau di rumah ngaca nggak sih kalau mau berangkat atau keluar rumah? Pasti ya dong. Yang cowok? Saya yakin pasti. Anda ngaca dulu. Ini pantas nggak ya buat saya? Saya lagi cantik enggak ya? Saya ganteng enggak ya? Saya oke enggak ya? Gitu ya. Nah, kalau Anda sudah merasa, menatap di kaca, dan oke, saya pantas pakai baju ini. Ini adalah modal awal dalam Anda melangkah keluar rumah. Percaya diri. Ya, saya lagi enak, saya lagi cantik, saya lagi ganteng, saya enak. Bukan orang lain kok yang bilang Anda cantik, yang bilang Anda ganteng, tapi yang penting adalah diri Anda sendiri sudah positif berpikir tentang diri Anda. Oke bisa dipahami ya? Jadi pertama adalah bagaimana saya, bagaimana Anda menilai diri Anda sendiri, menilai diri saya sendiri.

Yang kedua, adalah bagaimana saya menilai orang lain. Nah, ini penting. Pentingnya apa sih? Tatkala saya bertemu orang di jalan. Ini belum berkomunikasi, belum berinteraksi, hanya sekadar bertemu. Saya sudah menjustifikasi orang tersebut, entah karena dandanannya, entah karena ekspresi muka, atau yang lain. Itu enggak boleh. Yang harus kita lakukan adalah kita harus bepikir selalu positif terhadap orang lain. Contoh kalau kita menilai orang salah, misalnya. Anda pernah naik bis kota? Begitu penuh, gitu ya, buat yang pernah naik bis kota ya. Kadang-kadang kalau karena kita saling berhimpitan gitu ya, kalau sebelah kita ada cowok yang rapi, bersih, apalagi ganteng, kita diam saja dong. Ya kan? Berdirinya diam saja. Tapi sebaliknya, kalau sebelah kita sudah bajunya lusuh, gitu ya. Terus kemudian acak-acakan, gitu. Kesan yang ditimbulkan adalah pasti orang ini jorok. Orang ini enggak bersih. Gitu. Akhirnya kita agak, agak menyingkir. Betul enggak? Mungkin itu pengalaman pribadi ya. Tapi saya rasa semua Anda mengalami hal demikian. Nah, ini yang tidak boleh. Bahwa kita harus memberi nilai positif kepada semua orang, gitu. Walaupun kita tetap harus berhati-hati.

Yang ketiga, yang menarik adalah, bagaimana tatkala kita mempersepsikan orang lain menilai kita. Ini agak susah. Contohnya gini. Kalau kita ketemu dengan seseorang, kemudian kita belum berbicara, baru bertemu. Orang itu tersenyum. Biasanya kita greetings ya, memberikan salam ya, kalau ada dalam satu lift, atau bagaimana gitu ya. Kemudian orang itu misalnya senyumnya ya sedikit menyeringai gitu ya, senyumnya sinis gitu. Kemudian melihat kita dari atas-bawah, ngeliatin dari atas-bawah gitu, enggak enak gitu. Apa yang terjadi? Kita ini akan merasa bahwa, "pasti orang itu enggak senang deh sama saya". "Pasti saya jelek". 'Pasti saya enggak enak". Dan segala macam. Nah ini penting sebagai modal awal supaya kita bisa confidence. Kalau kita selalu berpikir positif dan persepsi dalam kepala kita yang terbentuk itu bagus, maka itu adalah langkah awal untuk berinteraksi. Perlu diingat ya. Berbicara di depan publik pasti kita akan maju ke depan. Di depan sekian orang, berbicara di hadapan berbagai macam orang. Kalau kita mempunyai satu saja penilaian yang salah baik itu tentang diri kita, tentang orang lain, dan tentang bagaimana orang itu menilai kita, sudah kacau. Kita menjadi nervous. Kita menjadi tidak percaya diri. Contoh yang sederhana saja. Kalau kita biasa pakai baju yang misalnya bajunya hijau, sepatunya hijau, tasnya hijau gitu ya. Suatu saat, dia lupa nih, enggak membawa sepatu hijau. Sepatunya akhirnya hitam gitu. Itu akan mengurangi rasa percaya diri dia juga gitu. Itu satu contoh yang sederhana dan mungkin terlalu ekstrem gitu ya. Tapi yang penting, kalau kita merasa sudah mengaca di depan kaca, awal kita sudah oke, itu adalah modal awal.
Dian Budiargo, Universitas Terbuka.
3 persepsi dasar dalam berinteraksi
Yang pertama adalah, bagaimana kita menilai diri sendiri, bagaimana kita menilai orang lain, dan bagaimana kita mempersepsikan orang lain menilai kita. Kita mulai yang pertama, bagaimana kita menilai diri sendiri.
Ini menarik. Bagaimana menilai diri sendiri? Jadi kalau kita bicara persepsi adalah modal dasar dalam kita berinteraksi dengan pihak lain, adalah bagaimana menilai diri sendiri. Kalian kalau di rumah ngaca nggak sih kalau mau berangkat atau keluar rumah? Pasti ya dong. Yang cowok? Saya yakin pasti. Anda ngaca dulu. Ini pantas nggak ya buat saya? Saya lagi cantik enggak ya? Saya ganteng enggak ya? Saya oke enggak ya? Gitu ya. Nah, kalau Anda sudah merasa, menatap di kaca, dan oke, saya pantas pakai baju ini. Ini adalah modal awal dalam Anda melangkah keluar rumah. Percaya diri. Ya, saya lagi enak, saya lagi cantik, saya lagi ganteng, saya enak. Bukan orang lain kok yang bilang Anda cantik, yang bilang Anda ganteng, tapi yang penting adalah diri Anda sendiri sudah positif berpikir tentang diri Anda. Oke bisa dipahami ya? Jadi pertama adalah bagaimana saya, bagaimana Anda menilai diri Anda sendiri, menilai diri saya sendiri.

Yang kedua, adalah bagaimana saya menilai orang lain. Nah, ini penting. Pentingnya apa sih? Tatkala saya bertemu orang di jalan. Ini belum berkomunikasi, belum berinteraksi, hanya sekadar bertemu. Saya sudah menjustifikasi orang tersebut, entah karena dandanannya, entah karena ekspresi muka, atau yang lain. Itu enggak boleh. Yang harus kita lakukan adalah kita harus bepikir selalu positif terhadap orang lain. Contoh kalau kita menilai orang salah, misalnya. Anda pernah naik bis kota? Begitu penuh, gitu ya, buat yang pernah naik bis kota ya. Kadang-kadang kalau karena kita saling berhimpitan gitu ya, kalau sebelah kita ada cowok yang rapi, bersih, apalagi ganteng, kita diam saja dong. Ya kan? Berdirinya diam saja. Tapi sebaliknya, kalau sebelah kita sudah bajunya lusuh, gitu ya. Terus kemudian acak-acakan, gitu. Kesan yang ditimbulkan adalah pasti orang ini jorok. Orang ini enggak bersih. Gitu. Akhirnya kita agak, agak menyingkir. Betul enggak? Mungkin itu pengalaman pribadi ya. Tapi saya rasa semua Anda mengalami hal demikian. Nah, ini yang tidak boleh. Bahwa kita harus memberi nilai positif kepada semua orang, gitu. Walaupun kita tetap harus berhati-hati.

Yang ketiga, yang menarik adalah, bagaimana tatkala kita mempersepsikan orang lain menilai kita. Ini agak susah. Contohnya gini. Kalau kita ketemu dengan seseorang, kemudian kita belum berbicara, baru bertemu. Orang itu tersenyum. Biasanya kita greetings ya, memberikan salam ya, kalau ada dalam satu lift, atau bagaimana gitu ya. Kemudian orang itu misalnya senyumnya ya sedikit menyeringai gitu ya, senyumnya sinis gitu. Kemudian melihat kita dari atas-bawah, ngeliatin dari atas-bawah gitu, enggak enak gitu. Apa yang terjadi? Kita ini akan merasa bahwa, "pasti orang itu enggak senang deh sama saya". "Pasti saya jelek". 'Pasti saya enggak enak". Dan segala macam. Nah ini penting sebagai modal awal supaya kita bisa confidence. Kalau kita selalu berpikir positif dan persepsi dalam kepala kita yang terbentuk itu bagus, maka itu adalah langkah awal untuk berinteraksi. Perlu diingat ya. Berbicara di depan publik pasti kita akan maju ke depan. Di depan sekian orang, berbicara di hadapan berbagai macam orang. Kalau kita mempunyai satu saja penilaian yang salah baik itu tentang diri kita, tentang orang lain, dan tentang bagaimana orang itu menilai kita, sudah kacau. Kita menjadi nervous. Kita menjadi tidak percaya diri. Contoh yang sederhana saja. Kalau kita biasa pakai baju yang misalnya bajunya hijau, sepatunya hijau, tasnya hijau gitu ya. Suatu saat, dia lupa nih, enggak membawa sepatu hijau. Sepatunya akhirnya hitam gitu. Itu akan mengurangi rasa percaya diri dia juga gitu. Itu satu contoh yang sederhana dan mungkin terlalu ekstrem gitu ya. Tapi yang penting, kalau kita merasa sudah mengaca di depan kaca, awal kita sudah oke, itu adalah modal awal.
Dian Budiargo, Universitas Terbuka.
Komentar
Posting Komentar