Langsung ke konten utama

Apakah Benar Kebudayaan dan Kesenian Banyuwangi dipengaruhi Kebudayaan Bali?

Oleh Sumono Abdul Hamid*
Jelas sudah berdasarkan kajian sejarah tidak terbukti penjajahan kerajaan Gel Gel, Buleleng , Mengwi terhadap Blambangan, maka kita perlu melacaknya melalui ragam kesenian.

Tentang ragam kesenian Banyuwangi , saya menggunakan kajian yang diterbitkan oleh Direktorat Jendral Nilai Budaya Seni dan Film, Pemrakarsa Prof.DR. Edi Sedyawati,dan pelaksana Prof DR. Sri Hastanto, Volume 7, Banyuwangi tahun 2002.

Ragam kesenian Banyuwangi menurut buku tersebut adalah;



  1. Angklung Caruk

  2. Angklung Paglak

  3. Gandrung

  4. Kuntulan

  5. Gembrung (Burdah)

  6. Barong

  7. Gedhogan Lesung

  8. Patrol
    Dari rincian kesenian diatas sulit mencari padanan kesenian mana yang dipengaruhi Bali.


Kesenian Kuntulan dan Gembrung (Burdah)

[caption id="" align="alignnone" width="708"]Kesenian Kuntulan Via Youtube[/caption]

Kesenian ini , jelas berasal dari peradaban Islam yang berasal dari kesenian Rebana.
Barong

[caption id="" align="alignnone" width="800"]Kesenian Barong Via banyuwangitourism.com[/caption]

Dalam hal kesenian Barong, ternyata bentuk Barong Banyuwangi berbeda dengan Barong Bali. Barong Banyuwangi bersayap sedang barong Bali tidak. Tentu aneh menyatakan Barong Banyuwangi adalah pengaruh dari kesenian Bali. Malahan Barong Banyuwangi sangat mirip dengan relief Narasingha pada masa kerajaan Daha.
Relief Narasingha

[caption id="" align="alignnone" width="2000"] via Novica.net[/caption]

Dengan demikian ada kemungkinan besar bahwa Barong Blamabangan berasal dari peradaban Daha.
Gandrung

[caption id="attachment_51869" align="aligncenter" width="600"]Kesenian Gandrung Via Laman Facebook Banjoewangie Tempo Doeloe[/caption]

Demikian juga Gandrung , tidak ada kemiripan dengan tari Legong di Bali. Gandrung yang awalnya dipopulerkan oleh penari laki laki , pada awalnya terdiri atas tiga babak , yaitu babak Jejer, Paju dan Seblang . Gandrung bukanlah tari hiburan seperti Legong , maupun Tandak, Tayub, Ronggeng.
Para gandrung pada masa lampau begitu teguh mempertahankan cara yang demikian (melagukan secara penuh ,SEBLANG LOKENTO, SEKAR JENANG, KEMBANG PEPE, SONDRENG SONDRENG dan KEMBANG PIRMA), sehingga walaupun puisi puisi tersebut tidak pernah ditulis namun hingga dewasa ini sebagian besar dari puisi puisi masih diingat dan dinyanyikan oleh orang tua terutama yang ada di pedesaaan, pada hal puisi puisi tersebut merupakan puisi yang amat tinggi dengan bahasa yang sulit dimengerti.
-Dedy Luthan

Disamping itu beliau mengungkapkan bahwa kesenian Gandrung penuh misteri dan banyak sekali yang berunsur ritual.dan Inilah petikan tulisan beliau.
Sewaktu melagukan puisi delapan bait, baik dibabak pertama maupun babak Seblang Gandrung tidak menari sebagaimana layaknya namun yang disuguhkan berupa” pantomin” serta hanya diiringi oleh alat musik pembawa melodi,seperti biola……..dan ketika biola belum digunakan ,….melodi tersebut didendangkan melalui mulut.( tahun 1939) hal 14

Sebuah buku yang diterbitkan Dit Jen Nilai Budaya Seni dan Film, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, yang diprakarsai Dir.Jen Prof DR Edi Sedyawati, dan Pelaksana Prof DR Sri Hastanto mengiringi volume 7 Tradisi Musik Nusantara khusus tentang Gandrung Banyuwangi menulis sbb;
Gandrung pada dasarnya penuh pesan moral dan penarinya meyakini menjadi gandrung adalah panggilan jiwa, semacam ritual.


  • Walaupun kini telah banyak berubah ,namun sisa sisa wajah ritual itu masih sering terlihat. Misalnya dengan gerak tari yang “aneh”.Kadang kadang gerak demikian tidak sesuai dengan dandanan dan kecantikan serta, karakteristik penari.(hal 66)

  • Ketika sedang menghias diri sendiri…..ditulis sbb: Itu semua dilakukan dengan ikhlas dan riang gembira,jauh dari sikap manja yang sering dilakukan oleh para artis……Ketika ditanya tentang sikap tersebut mereka menjawab: INI ADALAH IBADAH( hal 68)


Selanjutnya: Angklung Caruk dan Angklung Paglak



Angklung Caruk.

[caption id="" align="alignnone" width="671"]Kesenian Angklung Caruk Via Kidnesia.com[/caption]

Dari kelengkapan peralatan dan corak interior , dan lagu serta ragam pertunjukan sulit dicarikan padanan dengan kesenian di Bali. Angklung Bali jauh lebih sederhana peralatannya dan interiornya, begitu juga materi permainnya (baik Rindik maupun Bung bung).Juga kesenian angklung di daerah lainnya. Maka sulit mengatakan Angklung caruk merupakan kesenian yang dipengaruhi oleh Bali. Theory tentang kesenian, selalu mengatakan kesenian utama memiliki kelengkapan, ragam interior yang lebih complex dan sempurna .

Jika kita lacak pada masa lalu , musik angklung telah ada pada relief Pendopo Agung candi Penataran.Lihat gambar dibawah.Dengan demikian angklung Banyuwangi adalah turunan dan penyempurnaan dari zaman Majapahit.

Hiasan angklung berupa Naga Ontorejo adalah naga yang berkepala manusia hiasan khas Banyuwangi yang tidak ditemui pada angklung lainnya . Dalam dunia spiritual Blambangan Naga Ontorejo atau Ontobumi dialah makhluk suci salah satu penjaga bumi , kemakmuran.

Dalam kesenian Angklung Caruk, terdapat episode, pertarungan untuk memperlihatkan kemampuan dalam olah seni yang sangat tinggi untuk menebak lagu lawan dalam tempo hitungan detik . Lagu ini bukan lagu biasa, tetapi gabungan bunyi yang penuh mysteri. Dan yang terlibat dalam pertarungan ini, bukan hanya nayaga Angklung,tetapi juga penonton. Dalam arti penonton mampu menilai dengan obyektive kemahiran pemain angklung .Pada massa kecil penulis (tahun 1960an) penonton sangat disiplin dan sportif, dan bersikap objektiv. Angklung caruk dapat mewakili watak orang Banyuwangi yang dilukiskan oleh prabu Tawangalun II , yang memiliki empat character yaitu Kaloka (Visioner) , Prawira , Wibawa . Dalam angklung caruk adalah manifestasi dari watak Prawira, yaitu mengadu keahlian untuk mengasah watak supaya memahami nada , maka muncullah rasa berkesenian dalam kehidupan sehari hari Sehingga merasuk dalam kehidupan masyarakat Banyuwangi

Angklung Caruklah yang sebenarnya menurunkan kepekaan kesenian orang Banyuwangi, dan menurunkan penghargaan yang amat besar terhadap kesenian. Angklung Caruk adalah kesenian , yang belum penulis temukan padanannya dimanapun
Angklung paglak

[caption id="" align="alignnone" width="780"]kesenian Angklung paglak via travel.kompas[/caption]

Rasa berkesenian yang tinggi inilah kemudian menjelma dalam setiap peristiwa penting dalam kehidupan masyarakat Blambangan /Banyuwangi .

Maka tidak heran ketika musim panen muncul Angklung Paglak untuk mengusir burung yang memakan padi dan menghibur para petani yang memanen padi. Sedang ketika musim menumbuk padi, rasa kesenian orang Banyuwangi muncul dalam Gedhogan , tidak sekedar menumbuk, tetapi juga memberi nada dan irama yang menghibur. Begitu juga ketika menjalankan ibadah puasa, orang Banyuwangi yang memiliki rasa kesenian yang tinggi, tidak hanya berteriak membangun orang untuk bersahur, tetapi membangunkan dengan rasa seni yang tinggi, yaitu dengan musik patrol.

Selanjutnya: Damarwulan atau Janger


 

 
Kesenian Damarwulan atau Janger

[caption id="" align="alignnone" width="600"]Kesenian Janger Damarwulan via indonesiakaya.com[/caption]

Saya sependapat dengan para ahli yang dikirim oleh Dit Jen Nilai Budaya Seni dan Film , Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Pemrakarsa Prof.DR. Edi Sedyawati,dan pelaksana Prof DR. Sri Hastanto, tahun 2002 yang tidak memasukkan kesenian Damarwulan (Janger), Jaranan, Rengganis /Umar Maya sebagai ragam kesenian Banyuwangi dengan pertimbangan sebagai berikut:
Damarwulan.

Seni pertunjukan ini menggunakan kostum dan gamelan Bali, oleh karena itu ada juga yang menyebut “Janger”. Cerita dalam pertunjukan ini adalah tentang Minakjinggo, Raja Blambangan yang memiliki cacat fisik, pincang, dan matanya buta sebelah, dengan suara cadel dan parau serta memiliki karakter angkuh, culas, dan tak tahu diri yang ingin mempersunting /memperistri Ratu Majapahit Kenconowungu . Versi lain menggambarkan Menakjinggo adalah raja para raksasa.
Sungguh penggambaran yang amat sempurna tentang kejelekan manusia

Selanjutnya untuk menghukum Menakjinggo yang tak tahu diri ini maka dikirimlah seorang ksatrya yang gagah perkasa dan berwajah ganteng bak arjuna, Damarwulan,sebagai Senopati Mojopahit. Dan ternyata sang rupawan mampu mengalahkan Menakjinggo. Berbeda dengan tampilannya yang gagak dan rupawan ternyata pemuda ini sangat keji, yaitu memenggal kepala sang Menakjinggo untuk dipersembahkan pada Ratu Kencono Wungu . Sang rupawanpun akhirnya menikah dengan Ratu Kenconowungu dan lebih dari itu juga memperistri istri Menakjinggo.

Jika ditinjau dari cerita yang menggambarkan keburukan raja Blambangan maka menjadi pertanyaan mengapa cerita ini begitu populer di Banyuwangi. Sebab biasanya tidak ada masyarakat yang dapat menerima jika pahlawannya digambarkan sebagai pecundang (Orang Sri Langka menolak penggambaran Dasamuka dari kisah Ramayana, demikian juga orang Madura akan marah besar apabila Trunojoyo pahlawannya ditampilkan sebagai penghianat)

Sampai dengan tahun 1960an , seni pertunjukan Damarwulan,cukup memikat dan sering dipagelarkan dalam setiap keramaian , mulai dari pesta hajatan sampai pesta Kemerdekaan . Setelah itu mulai meredup dengan semakin meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat Banyuwangi.
Cerita Damarwulan dan Menakjinggo ini ditulis dalam buku Serat Kanda / Serat Damarwulan oleh sastrawan dari keraton Surakarta dan dipentaskan dalam bentuk Langendrian (Operate) oleh Mangkunegara IV (1853 sd 1881). Kemudian dipopulerkan di Banyuwangi oleh penguasa Banyuwangi yang masih berdarah Mataram pada masa penjajahan VOC.
DR. Sri Margana - Leiden University

Brandes, sejarahwan Belanda dan Professor Slamet Mulyana berpendapat kisah Damarwulan dan Menakjinggo mendapat inspirasi dari Perang Paregreg yang terjadi setelah prabu Hayamwuruk lengser keprabon.

Prof Slamet Mulyana menulis bahwa penulis (sastrawan Mataram) Serat Kanda dan Serat Damarwulan hanya mengetahui kisah Perang Paregreg ( Perang yang terjadi berulang kali ) antara Bhree Wirabhumi ( Menakjinggo ) raja Blambangan dan Wikramawardhana dalam memperebutkan tahta Majapahit, tetapi tidak mengetahui fakta sejarahnya.Dalam fakta sejarah Bhree Wirabhumi adalah putra satu satunya prabu Rajasa Nagara ( Hayamwuruk ) , yang telah dinobatkan sebagai Nararya Lamajang Tigang Juru /Kedaton wetan /Blambangan , sementara Wikramawardhana adalah menantu Hayamwuruk. Dari garis trah , Bhree Wirabhumi memiliki trah Sanggramawijya sementara Wikramawardhana tidak memiliki trah tersebut, dengan demikian berdasar fakta sejarah , Bhree Wirabhumi berhak untuk menjadi raja Majapahit. Tapi fakta tersebut diabaikan oleh penulis Serat Damarwulan,dan Serat Kanda dan diputar balikkan.

Dengan demikian cerita ini merupakan sebuah rekayasa yang sistimatis ,untuk memperlemah keberadaan masyarakat Blambangan dan menghapus ingatan orang Blambangan terhadap sejarah masa lalu. Melalui penggambaran itu maka dicapai dua sasaran , penguasa ingin mengesankan pada rakyat Blambangan, bahwa penguasa adalah sebagai pembebas dari raja culas, yang tak tahu diri .Penggunaan custome dan gamelan dari Bali mengesankan bahwa cerita ini berasal dari Bali sebagi bukti kuatnya pengaruh Bali atau sebagai bukti adanya penjajahan oleh Bali.Suatu usaha untuk mengadu domba orang Blambangan dan Bali dan memutar balikkan fakta sejarah.

DR Sri Margana dalam wawancaranya yang dimuat majalah Tempo mengemukakan bahwa cerita tentang Damarwulan ,Menakjinggo merupakan Sinisme dan deligimitasi raja Blambangan. Mataram /Surakarta ingin menunjukan keperkasaannnya ( Power full) di Blambangan.
Pendapat DR. Sri Margana tersebut sangat tepat, dan sesuai hasil penelitian Noevi Anoegrajekti.

Sedang usaha adu domba orang Blambangan dengan orang Bali tidak berhasil karena Damarwulan, Menakjinggo ini tidak dikenal di Bali, dan tlatah pesisir Jawa, dan Sumatera, tempat kebudayaan pesisir mendapat tempat pada abad ke 16 dan 17. Pada daerah itu cerita Panji lebih populer. Pendapat ini sangat tepat pada daerah Gresik, Pesisir Utara Jawa, Cirebon, Banten, para kyai Sepuh, lebih meningat orang Blambangan sebagai pewaris Sunan Giri (Pengalaman penulis )

Selanjutnya: Jaranan dan Rengganis



Jaranan dan Rengganis

[caption id="" align="alignnone" width="670"]Kesenian Jaranan via Merdeka.com[/caption]

Kesenian ini dibawa oleh para pendatang dari Jawa. Dan sebagai masyarakat yang terbuka dan memiliki rasa seni yang mendalam, maka segala macam kesenian yang dibawa pendatang dapat berkembang dengan baik di Banyuwangi. Sementara kesenian Jaranan semakin disenangi, dan memunculkan genre baru dalam Jaranan yaitu Jaranan Buta Sebaliknya Kesenian Rengganis sampai tahun 50-an masih cukup populer , tetapi kemudian meredup tahun 60an, akhirnya harus tenggelam ditelan zaman. Salah satu faktor yang menyebabkan adalah karena pakaian dan gamelan yang digunakan dalam keseniaan ini adalah pakaian dan gamelan wayang , sedang cerita bernuansa Islam. Tokoh Lamdahur berpakaian dan berdandan sama dengan Bima. Jadi bagi masyarakat Banyuwangi yang memiliki rasa kesenian yang tinggi tentu tidak menarik dan membingungkan. Bagaimana mungkin cerita Islam berkostum wayang Hindu.

Sumber: Kesenian Banyuwangi.

Kesimpulan



Kesimpulan

Benar bahwa sampai tahun 2000an, Kerajaan Blambangan hanyalah sebuah legenda yang ada didongeng - dongeng para sastrawan Mataram. Kerajaan Blambangan hanyalah sebuah kerajaan yang dipimpin raksasa atau orang cacat sempurna yang tak tahu diri, yang ingin mempersunting ratu Majapahit. Dan karena pengaruh Belanda, fakta sejarah Blambangan lenyap dari sejarh Nasional. Tetapi masa itu telah berlalu dengan munculnya para sejarahwan seperti Drs I Made Sudjana MA, Dr Sri Margana yang mampu dengan gemilang mempertahankan disertasinya di Leiden University, bahwa Kerajaan Blambangangan adalah fakta sejarah.

[caption id="" align="alignnone" width="323"] DR. Sri Margana[/caption]

Dalam kaitannya dengan sejarah kerajaan Blambangan ternyata Negeri ini adalah negeri yang sangat jelas kaitannya dengan sejarah masa jauh kerajaan di Jawa. Dan merupakan salah satu sendi dari ambisi besar raja Wisnu Wardhana dalam mewujudkan doktrinnya CAKRAWALA MANGGALA JAWA atau kesatuan Jawadwipa. Raja Wisnu Wardhana (abad ke XIII) mengangkat delapan Narariya atau raja bawahan , dan salah satunya adalah Narariya KIRANA di Lamajang. Doktrin ini ternyata memberi arti yang sangat besar semangat Singosari. Dibawah raja Kertannegara ,Singosari tidak saja menguasai pulau jawa, tetapi malah ,meluas sampai tanah Melayu.Sayang , ambisi yang besar memperluas kerajaan, rupanya memperlemah kedudukan didalam negeri,sehingga negeri ini dapat ditundukkan Jayakatwang dari kerajaan Gelang Gelang (Kediri).

Ketika putra menantu Kertanegara, R.Wijaya berusaha merebut kembali Singosari dari Jayakatwang dan tentara Ku Bilai Khan , maka R.Wijaya memohon bantuan Arya Wiraraja adipati Madura. Pasukan gabungan ini mampu mengusir pasukan Ku Bilai Khan , maka seperti tercantum dalam Prasasti Gunung Butak, (1294), bahwa “pulau Jawa akan dibagi menjadi dua bagian dan masing-masing mendapat sebagian.” Dalam perjanjian itu Arya Wiraraja diberi kekuasaan sebagai atas wilayah Lumajang Utara, Lumajang Selatan, dan Tigang Juru . Arya Wiraraja kemudian diangkat secara resmi sebagai Nararya . Maka Lamajang menjadi Majapahit Kedaton Wetan dan pusat disebut Majapahit Kedaton Kulon. Kedua bagian Majapahit memiliki keunggulan yang saling melengkapi. Dan sejarah Majapahit ditentukan oleh hubungan dua bagian ini. Ketika kedua sanak kadang ini bersatu maka Majapahit mencapai kejayaan , dan ketika terbelah maka suramlah Majapahit. Setelah Majapahit runtuh pada tahun 1528 , Majapahit Kedaton Wetan /Blambangan tetap exist. Kerajaan ini mampu bertahan sampai tahun 1771, dan menjadi kerajaan terakhir di Jawa diduduki Belanda. Dengan demikian kerajaan ini berumur 500 tahun , dan telah mengalami masa jaya Majapahit, dan juga pernah mengalami masa Jaya setelah Majapahit runtuh.Kerajaan Blambangan menjadi bukti bahwa Kerajaan Hindu bisa berdiri berdampingan dengan Kerajaan Islam Giri , dan Demak .Dengan demikian kerajaan ini memiliki tradisi yang sangat kuat dan mampu menyesuaikan dengan perobahan zaman . Oleh karena itu peradabannya juga tidak gampang terkikis , apalagi selama masa ibu nagari berada di dataran Banyuwangi ( Masa Bayu, Macan Putih, Kota Lateng) , kerajaan Blambangan mampu mempertahankan kemandiriannya karena perlindungan alam yang tidak mudah ditembus oleh kekuatan manapun di Jawa ( Terlindung oleh Gunung Raung dan Merapi). Pengaruh Islam diterima karena adanya hubungan darah antara Sunan Giri dengan darah biru Blambangan . Sehingga Islam menyebar dengan penuh damai . Kedua kerajaan ini juga memiliki kesamaan visi, yaitu tidak bisa menerima pendudukan Belanda. Dan sikap egaliter dari kedua kerajaan ini menjadikan hubungan kedua kerajaan mampu duduk berdampingan. Disamping itu baik kerajaan Hindu maupun Islam memiliki pola yang sama dalam penyebar luasan kesenian yaitu bersumber dari ritual , sehingga tidak ada perbedaan antara kesenian di keraton maupun di desa desa . Maka kesenian sangat meresap di hati rakyat dan teguh tak tergoyahkan .Oleh karena itu pantaslah disebut kesenian Banyuwangi adalah warisan peradaban kerajaan Blambangan yang agung , yang diterima dari peradaban agung Majapahit.

Berbeda dengan kesenian pada masa feodalisme keraton dibawah kekuasaan VOC, terjadi perbedaan yang jelas antara kesenian yang berkembang untuk raja dan bangsawan keraton. Kesenian Keraton memiliki ragam alat gamelan yang sangat complex , seperti nampak dalam Langebdriyan, Wayang , seperti di luar kraton rakyat hanya boleh membuat kesenian yang sangat sederhana seperti Jaranan, Tandak, Kentrung.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Asal Usul Banyuwangi

Bagaimana asal-usul Banyuwangi? Kalau jawaban yang anda harapkan adalah rujukan sejarah, yang akan anda temui hanyalah rasa frustasi. Tak ada rujukan tertulis dalam laporan resmi Belanda (misalnya dari regent Banyuwangi ke gubernur jenderal di Batavia) atau catatan pribadi tentara Belanda atau tentara Inggris (yang juga pernah menduduki Banyuwangi).

Arti Cinta Sebenarnya

Jangan berkecil hati kalo kondisi ekonomi nggak sebagus teman kita. Jangan pula minder kalo tongkrongan kita kebetulan masuk kategori wayang golek di jajaran paling pinggir. Justru sebaliknya, kita harus bangga karena kita masih memiliki satu rasa, yakni   rasa suka . Rasa suka bisa mengalahkan logika, lho. Buktinya lihat deh film   Aladdin . Putri Jasmine bisa jatuh hati sama Aladdin yang Cuma pemuda miskin. Itu karena Putri Jasmine punya rasa suka kepada Aladdin yang nggak bisa dibendung oleh siapapun. Coba tengok film   Beauty and the Beast.   Betapa putri cantik busa runtuh dan luluh hatinya di hadapan sosok yang buruk rupa. Mungkin kamu protes karena contoh yang saya paparkan adalah cerita fiksi. Protes kamu saya terima. Tapi, sekarang lihat lingkungan sekitar kamu. Jadilah peneliti kecil – kecilan untuk memantau setiap pasangan suami – istri yang ada di kelurahanmu. Kemungkinannya sangat besar kalo ada seorang suami yang tampanganya kartu mati alias suka u...

Download Miradi Buat Kamu Designer Lingkungan

hai hai hai... jumpa lagi nih.. kali ini aku pengen nge- share software nih. sudah tau kan software Miradi buat apa? loh koq belum tau? Jadi, software ini digunakan untuk mendesain lingkungan. Nah buat kamu, iyaa kamu yang sekarang jadi kepala proyek pembangunan di bidang lingkungan software ini bakal berguna banget. Yakin deh.. Buat mahasiswa konservasi pasti tak jauh dari software ini *ya iya lah, emang bidangnya * Nah kadang sulit juga mendapatkanya kan? yang asistennya sulit ditemuin, yang nggak ada flashdisk lah, yang nggak ada waktu lah, yang bla bla bla dan bla.... Nah.. karena aku juga sempat mengalami kejadian seperti itu, aku gak mau dong, temen - temen yang lain mengalaminya juga. Nggak enak di sini loh *nunjuk hati* Untuk itu, mumpung kita kan orang baik, aku share nih. Ya biar dapat memudahkan temen - temen juga. Meski mungkin temen - temen mungkin punya software lain yang lebih canggih, nggak-papa dong kita share dikit dengan software yang lain hehehe *ups. Langsun...