Oleh Sumono Abdul Hamid*
Perbedaaan kebudayaan atau Kesenian Blambangan dengan kebudayaan atau kesenian Jawa adalah sumber /dasar dari kebudayaan tersebut. Kebudayaan Jawa berasal dari feodalisme Jawa yang terbangun pada abad ke 17 , sementara kebudayaan Blambangan terbangun dari peradaban spiritual Hindu yang terus bertahan sampai abad ke 18. Berbeda dengan peradaban feodalisme, dimana kesenian muncul dan mewakili dan dibesarkan raja, maka yang muncul adalah cerita tentang kebesaran raja rajanya, seburuk apapun raja itu. Dan lebih dari itu lawan dari raja itupun menjadi amat sangat buruk sebaik apapun fakta sejarah mencatatnya.
Kesenian dipenuhi assesories yang gemerlapan, perangkat gamelan sangat sempurna. Langen driyan, Wayang kulit, wayang wong, ketoprak, penari yang gemulai. Masyarakat diluar keraton tidak boleh menyamai kebesaran kesenian itu, masyarakat harus menciptakan sendiri kesenian yang amat sederhana seperti Jaran kepang atau Tayub. Lain halnya masyarakat spiritual, keraton tidak memiliki peranan. Sumber kebudayaan dan kesenian adalah ritual agama.
Dari ritual agama inilah keraton dan masyarakat membangun kesenian. Kesenian keraton dan kesenian rakyat menjadi satu, yaitu mengagungkan Tuhan. Di ranah kesenian yang bersumber pada ritual inilah kesenian Blambangan ada. Ketika Blambangan bertransformasi menjadi pemeluk Islam yang teguh yang terjadi adalah akulturasi bukan sinkritisme. Hanya di Blambangan para pemeluk teguh (muslim) berkesenian dari masa lalu (Hindu). Selesai bekerja mereka akan sembahyang menghadap Allah, dan menjelang sore berlatih menabuh, magrib sembahyang lagi, petang berlatih seni lagi . Di kalangan santri yang teguh melakukan puji pujian, sholawatan, barzanzi sebagai ekspresi kesenian. Semua berdampingan secara harmonis. Dan kesenian ritual sangat merasuk ketulang sumsum kalbu rakyat Blambangan. Kesenian menjadi bagian dari ibadah.
[caption id="" align="alignnone" width="800"]
Barong Banyuwangi via banyuwangitourism.com[/caption]
Dari uraian diats terbukti sudah baik dari tinjauan sejarah maupun ragam kesenian tidak ada penjajahan kerajaan Gel Gel, Buleleng ,Mengwi, juga tidak ada pengaruh kebudayaan Bali. Malah kita mendapatkan bahwa kebudayaan /kesenian Banyuwangi adalah genuine /asli Banyuwangi,bersumber dari peradaban Hindu yang sangat beragam, serta adanya keterbukaan masyarakat Banyuwangi untuk menerima kebudayaan/kesenian lain dan menyerap kesenian itu, serta kemudian memunculkan genre baru dalam berkesenian seperti nampak dalam Hadrah Kuntul, Gembrung, dan Jaranan. Ini membuktikan ada rasa berkesenian yang besar pada masyarakat Banyuwangi. Malahan ada ungkapan, bahwa bayi yang dilahirkan di Banyuwangi sudah langsung dapat menabuh angklung Darah seni yang mengalir deras dari putra Banyuwangi tidak saja membangkitkan kegairahan berkesenian di Banyuwangi, tetapi juga memunculkan seniman dan budayawan daerah yang mampu berkiprah secara Nasional dan International, dan juga mampu menarik minat seniman/budayawan Nasional dan Internasional untuk memperhatikan kesenian/kebudayaan Banyuwangi dengan serius.
Seniman dan Koreographer Nasional Dedy Luthan dan dosen IKJ malahan telah lima kali mementaskan karya Gandrungnya yaitu. Kadung Dadi Gandrung Wis (1990) ,Gandrung Salatun (1992), Iki buru Gandrung (1994), dan Gandrung Blambangan (1997).Gandrung Eng Tay (2002).
Kuntulan menginspirasi Jazzer nasional Innisrisi, dan menjadi kreasi Jazz yang memakau dalam pesta Jazz nasional, dan kemudian dipertunjukan dalam pesta Jazz International. Seblang Gandrung mendapat perhatian yang sangat serius dari Lembaga Kebudayaan yang sangat berwibawa Smithsonian Institute New York Amerika Serikat. Luk Luk Lumbu karya Andang C.Y menjadi lagu yang sangat disenangi , oleh paduan suara tingkat Nasional ( ITB dan Parahyangan ) ,dan pernah unggul dalam perlombaan paduan suara international, dan sekarang malah telah menjadi lagu pavorit pada paduan Suara di Singapore , Hong Kong, Jepang, Korea, Jerman dan Amerika. Tidak hanya dalam lagu , seniman Banyuwangi , mulai memperlihatkan kemampuannya dan mulai berkiprah ditingkat nasional dan International .
Sumitro Hadi pada tahun 1970 terpilih sebagai penari dalam resepsi Hari Kemerdekanaan di Istana negara ,kemudian melesat karirnya dalam seni tari setelah membuat pakem tari Jejer Gandrung, sehingga dapat diajarkan dengan systematik, dan setelah itu dia mengajarkan pada sekolah seni, STKW Surabaya, STSI Solo, ISI Jogyakarta, DKJ Jakarta, dan melanglang buana HongKong, Amerika Serikat, Australia, Malaysia, Finlandia.
Sahuni, seniman ini telah menata ulang Kuntulan menjadi Kundaran ,dan telah mementaskan Kundaran diberbagai kesmpatan Nasional maupun Internasional. Terakhir pada tanggal 9,10,11 September kesenian Kuntulan yang dipimpinnya telah menjadi salah satu peserta dalm FESTIVAL DANAU TOBA , dan berkaloborasi dengan Balawan B atuan Ethnic Bali,dan Percussionnya STING AMERIKA .
Demikian juga Sofyan Subahri koreografer Banyuwangi yang kreatif itu, telah mementaskan kesenian Banyuwangi pada tingkat nasional dan international,dan terakhir pementasannya di Perancis selain mendapat sambutan yang luar biasa juga mendapat pujian dari institute kesenian dan kedutaan Besar Indonesia.Dan masih banyak lagi yang tidak mungkin disebutkan satu persatu
*Penulis adalah Anggota dari Banjoewangie Tempo Doeloe
Perbedaaan kebudayaan atau Kesenian Blambangan dengan kebudayaan atau kesenian Jawa adalah sumber /dasar dari kebudayaan tersebut. Kebudayaan Jawa berasal dari feodalisme Jawa yang terbangun pada abad ke 17 , sementara kebudayaan Blambangan terbangun dari peradaban spiritual Hindu yang terus bertahan sampai abad ke 18. Berbeda dengan peradaban feodalisme, dimana kesenian muncul dan mewakili dan dibesarkan raja, maka yang muncul adalah cerita tentang kebesaran raja rajanya, seburuk apapun raja itu. Dan lebih dari itu lawan dari raja itupun menjadi amat sangat buruk sebaik apapun fakta sejarah mencatatnya.
Kesenian dipenuhi assesories yang gemerlapan, perangkat gamelan sangat sempurna. Langen driyan, Wayang kulit, wayang wong, ketoprak, penari yang gemulai. Masyarakat diluar keraton tidak boleh menyamai kebesaran kesenian itu, masyarakat harus menciptakan sendiri kesenian yang amat sederhana seperti Jaran kepang atau Tayub. Lain halnya masyarakat spiritual, keraton tidak memiliki peranan. Sumber kebudayaan dan kesenian adalah ritual agama.
Dari ritual agama inilah keraton dan masyarakat membangun kesenian. Kesenian keraton dan kesenian rakyat menjadi satu, yaitu mengagungkan Tuhan. Di ranah kesenian yang bersumber pada ritual inilah kesenian Blambangan ada. Ketika Blambangan bertransformasi menjadi pemeluk Islam yang teguh yang terjadi adalah akulturasi bukan sinkritisme. Hanya di Blambangan para pemeluk teguh (muslim) berkesenian dari masa lalu (Hindu). Selesai bekerja mereka akan sembahyang menghadap Allah, dan menjelang sore berlatih menabuh, magrib sembahyang lagi, petang berlatih seni lagi . Di kalangan santri yang teguh melakukan puji pujian, sholawatan, barzanzi sebagai ekspresi kesenian. Semua berdampingan secara harmonis. Dan kesenian ritual sangat merasuk ketulang sumsum kalbu rakyat Blambangan. Kesenian menjadi bagian dari ibadah.
Darah seni mengalir deras di Banyuwangi
[caption id="" align="alignnone" width="800"]
Dari uraian diats terbukti sudah baik dari tinjauan sejarah maupun ragam kesenian tidak ada penjajahan kerajaan Gel Gel, Buleleng ,Mengwi, juga tidak ada pengaruh kebudayaan Bali. Malah kita mendapatkan bahwa kebudayaan /kesenian Banyuwangi adalah genuine /asli Banyuwangi,bersumber dari peradaban Hindu yang sangat beragam, serta adanya keterbukaan masyarakat Banyuwangi untuk menerima kebudayaan/kesenian lain dan menyerap kesenian itu, serta kemudian memunculkan genre baru dalam berkesenian seperti nampak dalam Hadrah Kuntul, Gembrung, dan Jaranan. Ini membuktikan ada rasa berkesenian yang besar pada masyarakat Banyuwangi. Malahan ada ungkapan, bahwa bayi yang dilahirkan di Banyuwangi sudah langsung dapat menabuh angklung Darah seni yang mengalir deras dari putra Banyuwangi tidak saja membangkitkan kegairahan berkesenian di Banyuwangi, tetapi juga memunculkan seniman dan budayawan daerah yang mampu berkiprah secara Nasional dan International, dan juga mampu menarik minat seniman/budayawan Nasional dan Internasional untuk memperhatikan kesenian/kebudayaan Banyuwangi dengan serius.
Seniman dan Koreographer Nasional Dedy Luthan dan dosen IKJ malahan telah lima kali mementaskan karya Gandrungnya yaitu. Kadung Dadi Gandrung Wis (1990) ,Gandrung Salatun (1992), Iki buru Gandrung (1994), dan Gandrung Blambangan (1997).Gandrung Eng Tay (2002).
Kuntulan menginspirasi Jazzer nasional Innisrisi, dan menjadi kreasi Jazz yang memakau dalam pesta Jazz nasional, dan kemudian dipertunjukan dalam pesta Jazz International. Seblang Gandrung mendapat perhatian yang sangat serius dari Lembaga Kebudayaan yang sangat berwibawa Smithsonian Institute New York Amerika Serikat. Luk Luk Lumbu karya Andang C.Y menjadi lagu yang sangat disenangi , oleh paduan suara tingkat Nasional ( ITB dan Parahyangan ) ,dan pernah unggul dalam perlombaan paduan suara international, dan sekarang malah telah menjadi lagu pavorit pada paduan Suara di Singapore , Hong Kong, Jepang, Korea, Jerman dan Amerika. Tidak hanya dalam lagu , seniman Banyuwangi , mulai memperlihatkan kemampuannya dan mulai berkiprah ditingkat nasional dan International .
Sumitro Hadi pada tahun 1970 terpilih sebagai penari dalam resepsi Hari Kemerdekanaan di Istana negara ,kemudian melesat karirnya dalam seni tari setelah membuat pakem tari Jejer Gandrung, sehingga dapat diajarkan dengan systematik, dan setelah itu dia mengajarkan pada sekolah seni, STKW Surabaya, STSI Solo, ISI Jogyakarta, DKJ Jakarta, dan melanglang buana HongKong, Amerika Serikat, Australia, Malaysia, Finlandia.
Sahuni, seniman ini telah menata ulang Kuntulan menjadi Kundaran ,dan telah mementaskan Kundaran diberbagai kesmpatan Nasional maupun Internasional. Terakhir pada tanggal 9,10,11 September kesenian Kuntulan yang dipimpinnya telah menjadi salah satu peserta dalm FESTIVAL DANAU TOBA , dan berkaloborasi dengan Balawan B atuan Ethnic Bali,dan Percussionnya STING AMERIKA .
Demikian juga Sofyan Subahri koreografer Banyuwangi yang kreatif itu, telah mementaskan kesenian Banyuwangi pada tingkat nasional dan international,dan terakhir pementasannya di Perancis selain mendapat sambutan yang luar biasa juga mendapat pujian dari institute kesenian dan kedutaan Besar Indonesia.Dan masih banyak lagi yang tidak mungkin disebutkan satu persatu
*Penulis adalah Anggota dari Banjoewangie Tempo Doeloe
Komentar
Posting Komentar