Oleh : M. Fajar Hadi*
Seorang pemuda berteriak di depan istana.
Tidak ada pemimpin mendengarkan atau menghiraukannya.
Bahkan dia terlihat seperti pengemis meminta-minta.
Meminta keadilan dalam hukum rimba.
Pemuda pulang ke rumah, dengan spanduk tentang bangsa.
Demonstrasi sangat sia-sia.
Merdeka terasa seperti neraka.
Dia tidur pulas penuh tanda tanya.
Terbangun saat fajar, dia berencana berteriak di telinga koruptor.
Mengemukakan perbuatan mereka yang keji.
Tiba-tiba polisi datang berjajar.
Pemuda dijebloskan ke jeruji besi.
Dunia seperti dimainkan oleh uang.
Tidak peduli berapa nyawa orang melayang.
Teriakan para rakyat dibungkam.
Yang penting koruptor tentram.
Tidak ada gunanya dia berteriak di depan pemimpin.
Kemunafikan dalam demokrasi terpimpin.
Dia melihat ke bawah, berkumpul bersama rakyat.
Dia akhirnya tahu kalau dia tidak bisa berbuat.
Tanah airnya, tanah air kita.
Yang perlahan-lahan diperkosa.
Dicuri semua hartanya.
Diperbudak manusianya.
Rakyat yang membayar pajak.
Koruptor makin tidak ingin beranjak.
Beranjak dari jabatannya.
Yang membuat para rakyat sengsara.
Inikah reformasi? Inikah kemerdekaan?
Untuk para pemimpin yang mendewakan uang dan gila jabatan.
Suara rakyat, suara tuhan.
Koruptor bersekutu dengan setan.
* Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya angkatan 2015
Seorang pemuda berteriak di depan istana.
Tidak ada pemimpin mendengarkan atau menghiraukannya.
Bahkan dia terlihat seperti pengemis meminta-minta.
Meminta keadilan dalam hukum rimba.
Pemuda pulang ke rumah, dengan spanduk tentang bangsa.
Demonstrasi sangat sia-sia.
Merdeka terasa seperti neraka.
Dia tidur pulas penuh tanda tanya.
Terbangun saat fajar, dia berencana berteriak di telinga koruptor.
Mengemukakan perbuatan mereka yang keji.
Tiba-tiba polisi datang berjajar.
Pemuda dijebloskan ke jeruji besi.
Dunia seperti dimainkan oleh uang.
Tidak peduli berapa nyawa orang melayang.
Teriakan para rakyat dibungkam.
Yang penting koruptor tentram.
Tidak ada gunanya dia berteriak di depan pemimpin.
Kemunafikan dalam demokrasi terpimpin.
Dia melihat ke bawah, berkumpul bersama rakyat.
Dia akhirnya tahu kalau dia tidak bisa berbuat.
Tanah airnya, tanah air kita.
Yang perlahan-lahan diperkosa.
Dicuri semua hartanya.
Diperbudak manusianya.
Rakyat yang membayar pajak.
Koruptor makin tidak ingin beranjak.
Beranjak dari jabatannya.
Yang membuat para rakyat sengsara.
Inikah reformasi? Inikah kemerdekaan?
Untuk para pemimpin yang mendewakan uang dan gila jabatan.
Suara rakyat, suara tuhan.
Koruptor bersekutu dengan setan.
* Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya angkatan 2015
Komentar
Posting Komentar