Sahabat, kita berjumpa kembali dalam materi ajar komunikasi Public Speaking. Bagaimana kabar Anda? Semoga selalu sehat dan tetap semangat. Saudara, pada pertemuan pertama, kita sudah membahas apa arti public speaking, apa persamaan public speaking dan conversation, apa strategi, dan yang juga hal yang sangat mendasar adalah dalam mendasari interaksi kita adalah persepsi, Anda masih ingat kan?
Pertemuan kali ini kita akan membahas masalah komunikasi. Komunikasi dalam public speaking dapat dilihat dari sisi komunikasi verbal dan komunikasi non-verbal. Kemarin kita sudah membahas komunikasi verbal dan non-verbal sedikit. Jadi misalnya kalau verbal itu lewat kata-kata dan kalau non-verbal adalah seluruh gerakan anggota tubuh, serta intonasi, dan sebagainya. Nanti kita akan bahas juga.
Kemudian pada bagian awal ini kita akan bahas terlebih dahulu apa komunikasi dan pentingnya seorang pembicara atau public speaker memahami komunikasi. Sebagai langkah awal berbicara dengan pihak lain sebaiknya Anda mengetahui apa dan bagaimana proses itu terjadi.
Terlepas dari bentuk public speaking-nya, selalu ada tujuh elemen yang tidak bisa ditinggalkan, yaitu:
Untuk memahaminya, kita bahas satu per satu.
Komunikasi memang berawal dari pembicara. Keberhasilan seorang pembicara sangat tergantung dengan kita sendiri, yaitu kredibilitas kita. Dalam hal ini, baik dalam sisi pemahaman yang akan dibicarakan, persiapan dalam berbicara, etiket berbicara, serta sensitivitas kita terhadap lawan bicara, dan situasi.
Sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan sensitivitas? Sensitivitas itu adalah, apa ya, rasa yang kita rasakan. Bagaimana kita peka. Jadi kalau melihat audience, sepertinya audience-nya sudah mulai menguap, itu ‘kan tanda-tanda dia/mereka mulai mengantuk. Jadi kita harus beralih strateginya. Jadi, seperti itu yang disebut sensitif. Jadi kita sebagai speaker, sebagai pembicara, diharapkan Anda mempunyai kemampuan itu.
[caption id="attachment_7373" align="aligncenter" width="1366"]
Pesan dalam yang akan disampaikan[/caption]
Gambar di atas adalah sepenggal pesan yang saya ambil sebagai ilustrasi, sebagai contoh. Nah sebenarnya apa sih pesan itu yang dimaksud? Tentu saja tidak hanya pesan seperti yang tertulis tadi. Karena pesan itu akan diikuti dengan nada bicara, ekspresi wajah, dan hal lainnya yang memperkuat isi pesan itu sendiri. Itu dari sisi pesan.
Nah, tujuan dalam public speaking itu ‘kan mempunyai tujuan khusus yang dikomunikasikan. Keberhasilannya tergantung pada pesan yang disampaikan dan bagaimana kita menyampaikannya.
Mendapatkan suatu pesan verbal dalam public speaking tidaklah mudah. Memerlukan persiapan agar kita memiliki data yang akurat dan tidak asal bicara.
Jadi yang perlu diperhatikan sebenarnya adalah kesesuaian antara pesan verbal yang diucapkan, dan non-verbalnya. Jadi ekspresinya, kemudian intonasinya, gerakan anggota tubuh, dan sebagainya.
[caption id="attachment_7374" align="aligncenter" width="1366"]
Sedang On Air![/caption]
Channel atau media adalah alat bantu atau media yang digunakan dalam menyampaikan pesan. Kita berbicara melalui televisi, melalui radio, itu adalah channel-nya, medianya. Public speaker atau pembicara bisa menggunakan satu atau lebih dari media untuk menyampaikan pesannya. Namun pemilihan media juga harus hati-hati, disesuaikan dengan kondisi dari audience kita.
Tatkala misalnya kita memilih radio, maka kita harus tahu dan harus membayangkan bahwa audience kita hanya bisa mendengar, tapi tidak bisa melihat kita. Jadi kita harus mencoba berimajinasi, jadi kira-kira audience kita lagi ngapain ya?
Kalau dia mendengarkan radio itu sedang apa? Biasanya ini kalau saya ya mendengarkan radio itu di mobil gitu ya. Kadang sambil menyupir, kita setel radio. Dan jarang sekali kita itu mendengarkan radio di rumah. Saya enggak tahu Anda, mungkin Anda masih melakukan hal itu.
Nah, daya imajinasi kita untuk membayangkan bahwa pendengar, dalam hal ini kalau radio pendengar, bukan audience ya. Pendengar, itu pasti mendengarkan tetapi tidak full, tidak penuh konsentrasinya. Ya itu salah satu contoh, bagaimana kita memilih media dan harus membayangkan. Kemudian apalagi tatkala kita langsung berbicara di depan publik maka semua secara langsung diamati oleh audience kita.
Audience adalah orang yang menerima pesan karena tanpa penerima pesan atau komunikan, maka tidak ada komunikasi, tidak ada interaksi. Ya, setiap kata yang kita ucapkan harus diolah atau dibuat berdasarkan perspektif dari audience, dipelajari dari sisi pengetahuannya, pengalamannya, nilai-nilai yang dianut, tujuan, dan juga sikap audience kita.
Karena berbicara di depan publik, pasti memiliki tujuan. Bila kita mengabaikan kepentingan audience, maka tujuan komunikasi kita pasti gagal.
Setiap kata yang kita ucapkan harus diolah atau dibuat berdasarkan perspektif dari audience, dipelajari dari sisi pengetahuannya, pengalamannya, nilai-nilai yang dianut, tujuan, dan juga sikap audience kita.
Karena berbicara di depan publik, pasti memiliki tujuan. Bila kita mengabaikan kepentingan audience, maka tujuan komunikasi kita pasti gagal.
Jadi Sahabat RuangBaca, memahami audience adalah modal utama dalam penyampaian pesan. Untuk menjadi seorang speaker yang handal Anda harus punya prinsip audience center.
Tatkala audience mengatakan,
Maka Anda berhasil sebagai speaker.
Jadi contohnya kita itu audience center atau audience oriented. Kalau kita berbicara, mengemukakan materi, presentasi, kemudian setelah itu audience Anda mengatakan, “Nah ini nih yang saya cari, ini penting dan ini sangat berguna buat kita semua,” itulah yang namanya bahwa berbicara Anda sangat efektif. Materinya diterima dan memberikan sesuatu, memberikan kelebihan, memberikan wawasan bagi pihak lain. Di situ dikatakan bahwa Anda efektif dan berhasil dalam berbicara di depan publik.
Umpan balik adalah pesan yang disampaikan oleh audience kita kepada Anda sebagai speaker. Pesan ini dapat berupa verbal. Kalau verbal itu biasanya pertanyaan-pertanyaan.
[caption id="attachment_7375" align="aligncenter" width="1366"]
Ada pertanyaan?[/caption]
Kalau kita berbicara, kemudian kita memberikan space, memberikan waktu kepada audience kita untuk menyampaikan pendapatnya, untuk bertanya, untuk berkontribusi, gitu ya. Jadi itu juga bisa dianggap sebagai feedback.
Kemudian ada feedback yang lain bila kita melihat banyak audience kita yang misalnya menguap, atau duduknya mulai, ah, mulai bersandar gitu ya. Mulai gelisah, mulai begini cara duduknya, enggak tegak lagi, enggak semangat lagi. Maka, kita harus segera mengubah cara bicara atau mengalihkan topik bicara ke hal yang menyenangkan dengan berbagai contoh.
Karena itu adalah feedback yang diberikan oleh audience kita. Dan feedback dalam bentuk non-verbal. Tapi ingat ya, kalau kita berganti topik, bukan berarti bahwa, misalnya nih, kita bicara soal narkoba, kemudian kita berganti topik soal keluarga berencana. Bukan seperti itu maksudnya.
Tetapi mungkin berganti bahasan. Jadi misalnya topiknya tetap narkoba, tapi kalau kita pakai teori-teori, kemudian kita switch, kita alihkan dengan contoh-contoh, dengan topik lain misalnya perdagangan narkoba. Jadi masih dalam lingkup narkoba. Jadi misalnya itu ya. Jadi jangan sampai Anda salah mengerti bahwa, untuk memberikan feedback kepada audience atau melihat feedback dari audience, begitu feedback-nya sudah mulai kurang menyenangkan, bagi Anda harus berganti topik.
Jadi harus berganti topik. Lebih pastinya adalah mengalihkan gitu ya, mengalihkan pembicaraan. Kalau tadi yang membosankan, kita beri mungkin kalau Anda punya bakat joke, bakat bercanda, boleh saja. Tapi hati-hati, jangan sampai Anda yang ditertawakan, bukan joke-nya, gitu ya. Oke.
Nah selanjutnya, kalau verbal itu memang lebih mudah dipahami. Contohnya kalau kita mengajukan pertanyaan kepada audience, menanyakan apakah materi yang disajikan bisa dipahami dan mereka langsung mengatakan, “Ya saya sangat mengerti, kami sangat mengerti,” maka itu adalah feedback yang sifatnya verbal.
Atau contoh lain yang nyata, tatkala kita sebagai speaker, pembicara. Meminta audience untuk berkelompok berdasarkan warna baju misalnya. Dan mereka segera melakukan itu, berpindah, kemudian mencari teman yang bajunya senada, sewarna. Nah itu menujukan bahwa komunikasi verbal Anda sudah efektif ya kan? Karena perintahnya sudah dilakukan oleh audience kita.
Nah maka ini bentuk feedback yang menunjukkan sebenarnya memang pesan Anda diterima dengan baik dan yang penting sesuai dengan tujuan atau intensi Anda.
Sebagai seorang pembicara kita harus bisa mengajak audience agar fokus terhadap apa yang dibicarakan.
Dan yang terakhir adalah situasi. Situasi di sini adalah tempat dan waktu dimana komunikasi terjadi. Situasi dan tempat bisa membantu dalam mewujudkan misi Anda.
Namun sebaliknya, dapat menggagalkan tujuan Anda juga. Contohnya tatkala kita diberi kesempatan berpidato pada suasana pernikahan, maka akan berbeda bila kita berbicara pada suasana berkabung di rumah duka. Kita ambil contoh kalimat yang umum dipakai, misalnya,
Coba Anda berdiri di depan cermin dan mengucapkan kalimat tersebut dengan membayangkan dua kondisi atau situasi yang berbeda. Coba Anda lakukan. Anda ulang, Anda rewind kembali kalimat tadi. Anda lakukan dan Anda coba dengan dua situasi. Tuntunya hal ini hanya membayangkan ya, membayangkan Anda berbicara di pernikahan dan membayangkan Anda berbicara di tempat berkabung.
Jangan sampai terbalik, di pernikahan Anda sedih, di tempat berkabung Anda senyum-senyum. Nah itu hal yang sangat fatal ya. Jadi itu hal-hal kecil yang kadang kita lupa, kita abaikan begitu saja.
Dian Budiargo, Universitas Terbuka.
Pertemuan kali ini kita akan membahas masalah komunikasi. Komunikasi dalam public speaking dapat dilihat dari sisi komunikasi verbal dan komunikasi non-verbal. Kemarin kita sudah membahas komunikasi verbal dan non-verbal sedikit. Jadi misalnya kalau verbal itu lewat kata-kata dan kalau non-verbal adalah seluruh gerakan anggota tubuh, serta intonasi, dan sebagainya. Nanti kita akan bahas juga.
Kemudian pada bagian awal ini kita akan bahas terlebih dahulu apa komunikasi dan pentingnya seorang pembicara atau public speaker memahami komunikasi. Sebagai langkah awal berbicara dengan pihak lain sebaiknya Anda mengetahui apa dan bagaimana proses itu terjadi.
7 Elemen dalam komunikasi
Terlepas dari bentuk public speaking-nya, selalu ada tujuh elemen yang tidak bisa ditinggalkan, yaitu:
- Pembicaranya
- Pesan yang disampaikan
- Medianya
- Pendengar
- Umpan balik atau feedback
- Interference atau gangguan
- Situasi
Untuk memahaminya, kita bahas satu per satu.
1. Pembicaranya atau sumber
Komunikasi memang berawal dari pembicara. Keberhasilan seorang pembicara sangat tergantung dengan kita sendiri, yaitu kredibilitas kita. Dalam hal ini, baik dalam sisi pemahaman yang akan dibicarakan, persiapan dalam berbicara, etiket berbicara, serta sensitivitas kita terhadap lawan bicara, dan situasi.
Sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan sensitivitas? Sensitivitas itu adalah, apa ya, rasa yang kita rasakan. Bagaimana kita peka. Jadi kalau melihat audience, sepertinya audience-nya sudah mulai menguap, itu ‘kan tanda-tanda dia/mereka mulai mengantuk. Jadi kita harus beralih strateginya. Jadi, seperti itu yang disebut sensitif. Jadi kita sebagai speaker, sebagai pembicara, diharapkan Anda mempunyai kemampuan itu.
2. Pesan
[caption id="attachment_7373" align="aligncenter" width="1366"]

Gambar di atas adalah sepenggal pesan yang saya ambil sebagai ilustrasi, sebagai contoh. Nah sebenarnya apa sih pesan itu yang dimaksud? Tentu saja tidak hanya pesan seperti yang tertulis tadi. Karena pesan itu akan diikuti dengan nada bicara, ekspresi wajah, dan hal lainnya yang memperkuat isi pesan itu sendiri. Itu dari sisi pesan.
Nah, tujuan dalam public speaking itu ‘kan mempunyai tujuan khusus yang dikomunikasikan. Keberhasilannya tergantung pada pesan yang disampaikan dan bagaimana kita menyampaikannya.
Mendapatkan suatu pesan verbal dalam public speaking tidaklah mudah. Memerlukan persiapan agar kita memiliki data yang akurat dan tidak asal bicara.
Di samping pesan verbal tersebut, kita juga mengirimkan pesan yang mau-tidak-mau, suka-tidak-suka selalu diiringi dengan nada bicara, penampilan, gerakan anggota tubuh, ekspresi wajah, dan juga eye contact atau kontak mata.
Jadi yang perlu diperhatikan sebenarnya adalah kesesuaian antara pesan verbal yang diucapkan, dan non-verbalnya. Jadi ekspresinya, kemudian intonasinya, gerakan anggota tubuh, dan sebagainya.
3. Channel atau media
[caption id="attachment_7374" align="aligncenter" width="1366"]

Channel atau media adalah alat bantu atau media yang digunakan dalam menyampaikan pesan. Kita berbicara melalui televisi, melalui radio, itu adalah channel-nya, medianya. Public speaker atau pembicara bisa menggunakan satu atau lebih dari media untuk menyampaikan pesannya. Namun pemilihan media juga harus hati-hati, disesuaikan dengan kondisi dari audience kita.
Tatkala misalnya kita memilih radio, maka kita harus tahu dan harus membayangkan bahwa audience kita hanya bisa mendengar, tapi tidak bisa melihat kita. Jadi kita harus mencoba berimajinasi, jadi kira-kira audience kita lagi ngapain ya?
Kalau dia mendengarkan radio itu sedang apa? Biasanya ini kalau saya ya mendengarkan radio itu di mobil gitu ya. Kadang sambil menyupir, kita setel radio. Dan jarang sekali kita itu mendengarkan radio di rumah. Saya enggak tahu Anda, mungkin Anda masih melakukan hal itu.
Nah, daya imajinasi kita untuk membayangkan bahwa pendengar, dalam hal ini kalau radio pendengar, bukan audience ya. Pendengar, itu pasti mendengarkan tetapi tidak full, tidak penuh konsentrasinya. Ya itu salah satu contoh, bagaimana kita memilih media dan harus membayangkan. Kemudian apalagi tatkala kita langsung berbicara di depan publik maka semua secara langsung diamati oleh audience kita.
4. Audience atau Penerima Pesan
Audience adalah orang yang menerima pesan karena tanpa penerima pesan atau komunikan, maka tidak ada komunikasi, tidak ada interaksi. Ya, setiap kata yang kita ucapkan harus diolah atau dibuat berdasarkan perspektif dari audience, dipelajari dari sisi pengetahuannya, pengalamannya, nilai-nilai yang dianut, tujuan, dan juga sikap audience kita.
Karena berbicara di depan publik, pasti memiliki tujuan. Bila kita mengabaikan kepentingan audience, maka tujuan komunikasi kita pasti gagal.
Setiap kata yang kita ucapkan harus diolah atau dibuat berdasarkan perspektif dari audience, dipelajari dari sisi pengetahuannya, pengalamannya, nilai-nilai yang dianut, tujuan, dan juga sikap audience kita.
Karena berbicara di depan publik, pasti memiliki tujuan. Bila kita mengabaikan kepentingan audience, maka tujuan komunikasi kita pasti gagal.
Jadi Sahabat RuangBaca, memahami audience adalah modal utama dalam penyampaian pesan. Untuk menjadi seorang speaker yang handal Anda harus punya prinsip audience center.
Tatkala audience mengatakan,
“Ini penting untuk saya,”
Maka Anda berhasil sebagai speaker.
Jadi contohnya kita itu audience center atau audience oriented. Kalau kita berbicara, mengemukakan materi, presentasi, kemudian setelah itu audience Anda mengatakan, “Nah ini nih yang saya cari, ini penting dan ini sangat berguna buat kita semua,” itulah yang namanya bahwa berbicara Anda sangat efektif. Materinya diterima dan memberikan sesuatu, memberikan kelebihan, memberikan wawasan bagi pihak lain. Di situ dikatakan bahwa Anda efektif dan berhasil dalam berbicara di depan publik.
5. Feedback atau umpan balik
Umpan balik adalah pesan yang disampaikan oleh audience kita kepada Anda sebagai speaker. Pesan ini dapat berupa verbal. Kalau verbal itu biasanya pertanyaan-pertanyaan.
[caption id="attachment_7375" align="aligncenter" width="1366"]

Kalau kita berbicara, kemudian kita memberikan space, memberikan waktu kepada audience kita untuk menyampaikan pendapatnya, untuk bertanya, untuk berkontribusi, gitu ya. Jadi itu juga bisa dianggap sebagai feedback.
Kemudian ada feedback yang lain bila kita melihat banyak audience kita yang misalnya menguap, atau duduknya mulai, ah, mulai bersandar gitu ya. Mulai gelisah, mulai begini cara duduknya, enggak tegak lagi, enggak semangat lagi. Maka, kita harus segera mengubah cara bicara atau mengalihkan topik bicara ke hal yang menyenangkan dengan berbagai contoh.
Karena itu adalah feedback yang diberikan oleh audience kita. Dan feedback dalam bentuk non-verbal. Tapi ingat ya, kalau kita berganti topik, bukan berarti bahwa, misalnya nih, kita bicara soal narkoba, kemudian kita berganti topik soal keluarga berencana. Bukan seperti itu maksudnya.
Tetapi mungkin berganti bahasan. Jadi misalnya topiknya tetap narkoba, tapi kalau kita pakai teori-teori, kemudian kita switch, kita alihkan dengan contoh-contoh, dengan topik lain misalnya perdagangan narkoba. Jadi masih dalam lingkup narkoba. Jadi misalnya itu ya. Jadi jangan sampai Anda salah mengerti bahwa, untuk memberikan feedback kepada audience atau melihat feedback dari audience, begitu feedback-nya sudah mulai kurang menyenangkan, bagi Anda harus berganti topik.
Jadi harus berganti topik. Lebih pastinya adalah mengalihkan gitu ya, mengalihkan pembicaraan. Kalau tadi yang membosankan, kita beri mungkin kalau Anda punya bakat joke, bakat bercanda, boleh saja. Tapi hati-hati, jangan sampai Anda yang ditertawakan, bukan joke-nya, gitu ya. Oke.
Nah selanjutnya, kalau verbal itu memang lebih mudah dipahami. Contohnya kalau kita mengajukan pertanyaan kepada audience, menanyakan apakah materi yang disajikan bisa dipahami dan mereka langsung mengatakan, “Ya saya sangat mengerti, kami sangat mengerti,” maka itu adalah feedback yang sifatnya verbal.
Atau contoh lain yang nyata, tatkala kita sebagai speaker, pembicara. Meminta audience untuk berkelompok berdasarkan warna baju misalnya. Dan mereka segera melakukan itu, berpindah, kemudian mencari teman yang bajunya senada, sewarna. Nah itu menujukan bahwa komunikasi verbal Anda sudah efektif ya kan? Karena perintahnya sudah dilakukan oleh audience kita.
Nah maka ini bentuk feedback yang menunjukkan sebenarnya memang pesan Anda diterima dengan baik dan yang penting sesuai dengan tujuan atau intensi Anda.
6. Gangguan atau Interference
Sebagai seorang pembicara kita harus bisa mengajak audience agar fokus terhadap apa yang dibicarakan.
7. Situasi
Dan yang terakhir adalah situasi. Situasi di sini adalah tempat dan waktu dimana komunikasi terjadi. Situasi dan tempat bisa membantu dalam mewujudkan misi Anda.
Namun sebaliknya, dapat menggagalkan tujuan Anda juga. Contohnya tatkala kita diberi kesempatan berpidato pada suasana pernikahan, maka akan berbeda bila kita berbicara pada suasana berkabung di rumah duka. Kita ambil contoh kalimat yang umum dipakai, misalnya,
“Ibu, Bapak yang saya kasihi. Pada kesempatan ini perkenankan atas nama keluarga saya menyampaikan rasa terima kasih yang begitu mendalam atas kehadiran Ibu dan Bapak untuk memberikan perhatian bagi keluarga kami.”
Coba Anda berdiri di depan cermin dan mengucapkan kalimat tersebut dengan membayangkan dua kondisi atau situasi yang berbeda. Coba Anda lakukan. Anda ulang, Anda rewind kembali kalimat tadi. Anda lakukan dan Anda coba dengan dua situasi. Tuntunya hal ini hanya membayangkan ya, membayangkan Anda berbicara di pernikahan dan membayangkan Anda berbicara di tempat berkabung.
Jangan sampai terbalik, di pernikahan Anda sedih, di tempat berkabung Anda senyum-senyum. Nah itu hal yang sangat fatal ya. Jadi itu hal-hal kecil yang kadang kita lupa, kita abaikan begitu saja.
Dian Budiargo, Universitas Terbuka.
Komentar
Posting Komentar