Sahabat enkawardana di mana pun Anda berada, pada bagian ini kita lanjutkan dengan penjelasan dari etiket komunikasi yang sudah dikeluarkan oleh The National Communication Association pada tahun 1999. Yang pertama, mereka mengatakan bahwa kami, The National Communication Association itu, menganjurkan
- kebenaran,
- akurasi,
- kejujuran, dan
- alasan sebagai penting, artinya sebagai bagian penting, untuk integritas komunikasi.
Jadi mereka dalam hal ini lebih menekankan bahwa kebenaran, akurasi, kejujuran itu hal yang sangat penting. Kita tidak bisa lepas dari apa itu akurasi dan kejujuran. Jadi itu penting.
Yang kedua, mereka juga mendukung
- kekebasan berekspresi,
- keragaman perspektif, dan
- toleransi perbedaan pendapat untuk mencapai keputusan dan bertanggung jawab – hal yang mendasar untuk masyarakat.
Jadi mereka menghargai kebebasan pendapat itu. Dan kita boleh berpendapat.
Mereka juga berusaha untuk memahami dan menghormati komunikator sebelum mengevaluasi dan merespon pesan mereka. Kemudian mereka juga mempromosikan akses ke sumber daya komunikasi dan kesempatan yang diperlukan untuk memenuhi potensi manusia dan berkontribusi pada kesejahteraan keluarga dan masyarakat.
[caption id="attachment_52129" align="aligncenter" width="700"]

Nah, di sisi lain mereka juga mempromosikan iklim komunikasi, pemahaman kepedulian, dan saling menghormati kebutuhan yang unik dari karakteristik komunikator individu. Dari sini jelas sekali bahwa mereka, The National Communication Association itu, sangat menghargai kebutuhan orang lain, sangat menghargai karateristik dari komunikator itu sendiri. Jadi antara individu dan masyarakat, mereka juga mempertimbangkan.
[caption id="attachment_52127" align="aligncenter" width="700"]

Di sisi lain mereka mengutuk komunikasi yang mendegradasi individu dan kemanusiaan melalui distorsi, intimidasi, pemaksaan dan kekerasan, atau melalui ekspresi intoleransi dan kebencian. Nah, jelas sekali bahwa apa yang sudah disepakati bersama dalam The National Communication Association ini, dari Amerika, bahwa kita itu enggak boleh sebenarnya mengintimidasi orang, baik secara verbal dengan kata-kata maupun dengan ekspresi, gitu ya, apalagi dengan tindakan. Dengan kata-kata, dengan ekspresi saja sudah enggak boleh, apalagi dengan tindakan. Jadi intoleransi dan kebencian itu sangat diharamkan dalam kita berkehidupan sehari-hari.
[caption id="attachment_52130" align="aligncenter" width="700"]

Kemudian mereka juga mempunyai komitmen untuk ekspresi berani, artinya mengeluarkan keyakinan pribadi dalam menuntut atau mengejar keadilan. Jadi di sini sebenarnya kalau kita berbicara di depan publik kemudian kita itu menyuarakan hati nurani yang menuju keadilan, menuntut keadilan, berdasarkan data-data yang ada, sangat di-support, sangat didukung, dan itu harus dengan keberanian.
Dan kita harus wajib untuk mendukung. Kemudian mereka juga menganjurkan berbagi informasi, pendapat, dan perasaan ketika menghadapi pilihan yang sulit atau yang signifikan, sementara juga menghormati privasi dan kerahasiaan.
Jadi di sini kita tidak boleh memaksa seseorang, misalnya dalam suatu temu wicara atau seminar, kemudian kita sebagai pembicara, ada sesi tanya-jawab, diskusi. Kemudian dalam diskusi itu kita memaksakan kehendak kita terhadap audience, terhadap peserta, untuk berbicara mengenai pengalaman dia yang tidak menyenangkan.
Padahal itu kan privasi seseorang. Jadi kita tidak boleh memaksa untuk membongkar atau bercerita mengenai kerahasiaan atau privasi orang lain. Mereka juga menerima tanggung jawab atas konsekuensi jangka pendek atau jangka panjang dari komunikasi kita sendiri dan mengharapkan yang sama dari orang lain.
Artinya di sini bahwa asosiasi ini menghendaki bahwa, atau menghargai, memikirkan, apa sih konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang dari apa yang kita ucapkan? Artinya di sini bahwa kita harus menyadari itu dan kita harus memikirkan hal-hal seperti itu.
Contoh yang paling sederhana, satu ucapan itu tidak bisa, apa ya, kalau sudah keluar, tidak bisa ditelan lagi, tidak bisa dihilangkan. Katakanlah ada pepatah yang mengatakan begini “Saya bisa memaafkan, tapi tidak pernah bisa melupakan”. Itulah komunikasi. Itulah kata- kata yang kita ucapkan.
Katakanlah saya sudah marah dengan seseorang, mengucapkan kata-kata yang tidak enak, akhirnya saya sadar, “Kok enggak bagus ya kata-kata itu. Rasanya saya tidak pantas berbicara seperti itu.” Akhirnya saya minta maaf, saya datang, “Maaf ya, saya tadi, ucapan saya tidak menyenangkan dan saya menyadari.”
Dia akan menyatakan, “Oke, Mbak. Oke, enggak apa-apa.” Gitu ya. Tapi saya yakin bahwa kata-kata itu sudah tertanam dalam dirinya dan memaafkan mungkin, tapi suatu saat bila ada masalah lagi, dia tetap akan tidak bisa melupakan.
Public speaking adalah suatu kegiatan yang tidak bisa dilepaskan dengan etiket.
Karena berbicara di depan publik memerlukan suatu konsep dan cara agar apa yang dibicarakan diterima oleh publiknya. Untuk diterima, maka kita harus mampu menyesuaikan diri dengan nilai dan norma yang berlaku di dalamnya.
Ya, semua pembicara akan selalu berhadapan dengan masalah etiket. Mulai di saat kita akan berbicara hingga akhir pembicaraan kita. Tidak hanya itu, etiket bagi seorang pembicara menjadi dasar yang paling kuat untuk ikut menentukan apakah isi pembicaraan diterima atau tidak diterima.
Sebagai ilustrasi, ada suatu cerita yang mungkin kita semua sudah pernah mendengarnya. Ada seorang artis yang sering disebut namanya sebagai artis plus-plus, gitu ya. Nah, dari awal kemunculannya kesan itu sudah melekat pada dirinya.
[caption id="" align="alignnone" width="1366"]

Kita semua tidak mengenal secara langsung namun kita ikut mempersepsikan negatif dari semua pemberitaannya. Padahal, sekali lagi, kita tidak mengenal, kita hanya mendengar, atau melihat di media massa.
Nah, di saat si artis terkena masalah yang bersumber pada masalah etiket, maka publik sudah tidak lagi mempercayai apa pun yang dikatakannya. Kasihan bukan? Di saat dia menjelaskan, mungkin dia tidak melakukan apa-apa., tapi tetap saja masyarakat tidak mempercayai apa pun yang dikatakannya.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa bagi seorang pembicara, track record atau catatan perjalanan juga menjadi bagian penting dalam proses public speaking. Secara etis, jangan pernah kita berbicara mengenai apa pun yang memang bukan diri kita. Terlebih, bila berkaitan dengan masalah etiket. Karena etiket merupakan suatu perilaku yang berulang, sehingga menjadi suatu kebiasaan.
Contohnya yang paling sederhana, kalau kita tidak pernah berbusana rapi, maka jangan pernah sekali-sekali bicara soal penampilan. Karena tatkala kita memaksakan melakukan itu, yang terjadi orang hanya akan mencibir dan mengatakan, “Ah, itu kan hanya teori. Buktinya kamu sendiri tidak berpenampilan rapi.” Gitu ya? Itu yang contoh, salah satu contoh, kenapa etiket itu sesuatu yang harus diterapkan tidak hanya diucapkan. Nah, sekarang apa saja sih yang harus diperhatikan dalam etiket public speaking? Simak kelanjutannya dibagian kedua.
Komentar
Posting Komentar