Nah, untuk menjawab semua itu, ada tiga hal yang merepresentasikan pilihan etis bagi pembicara dan pendengar dari Elspeth Tilley, seorang ahli etika komunikasi publik dari Massey University. Satu, adalah intend.
Menurut Tile, hal pertama yang harus diperhatikan dari kedua belah pihak adalah kemauan untuk memberikan intensi atau ethical intention. Artinya, keduanya secara sadar memberi dan menerima apa yang akan dibicarakan. Bagi pembicara, harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik serta menceritakan dengan benar. Nah, bagi pendengar, kita harus open mind atau membuka diri secara intens, mendengarkan pembicara menyampaikan pendapat, pendapatnya, tanpa memberikan justifikasi terlebih dahulu.
[caption id="" align="aligncenter" width="620"]

Yang kedua adalah means. Means adalah alat atau perilaku di saat kita mempresentasikan suatu materi. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah cara kita menyampaikan suatu maksud. Banyak cara bisa dipilih untuk menyampaikan pesan yang kita bawa.
Cara ini memberi arti yang cukup penting dari suatu pembicaraan. Gaya atau cara Anda membawakan suatu pesan, baik itu dari sisi gaya bicara, gaya bahasa tubuh, ataupun media yang kita gunakan, memberi nilai tambah atau sebaliknya dalam proses public speaking.
Dan yang terakhir adalah ends atau tujuan. Tentu saja akhir dari suatu pembicaraan bisa berakhir baik, sedang, atau tidak menyenangkan. Nah, jadi hasil dari suatu presentasi, apa pun bentuknya, idealnya apabila kedua belah pihak merasa terpenuhi tujuannya.
[caption id="attachment_6760" align="aligncenter" width="700"]

Berkaitan dengan etiket, ada baiknya kita bertanya pada diri sendiri sebelum memulai presentasi, “Sudahkah saya memahami tata cara yang berlaku terhadap pihak lain dan bersikap sesuai norma yang ada?” Yang kedua, “Apakah setiap perilaku harus didasarkan pada etiket?” Nah, Saudara, bagaimana? Semoga kita semua sudah memahami dengan baik perlunya etiket dalam pergaulan sehari-hari dan khususnya dalam public speaking.
Komentar
Posting Komentar