Namanya juga kebutuhan untuk melestarikan jenis, nggak akan “tegang” kalau nggak ada yang merangsang. Rangsangan itu bisa berasal dari diri kita (internal) ataupun lingkungan (eksternal). Kita akan mulai matang gonad ketika menginjak masa remaja. Di masa itu organ reproduksi dan hormon kita terus mengalami kematangan seiring pertambahan usia. Mulai timbul tuh rasa ingin dimanja – manja, diperhatikan, dicintai, dirindukan, dan dihargai oleh teman. Gejala yang sering dialami oleh ABG yang sedang sibuk masa puber. Perilakunya kadang terlihat overacting sampai malu – malu kucing apabila sedang bercengkerama dengan lawan jenisnya. Mereka masih mencari penyaluran perasaan puber yang menghinggapinya. Semakin banyak informasi yang diperolehnya, semakin dewasa penyalurannya. Dewasa lho ya.. bisa dalam arti mengendalikannya, bisa juga dalam artisan yang liar *ini nih yang ngeri*.
Ada juga faktor yang dari luar, yaitu lingkungan sekitar kita. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap pola pikir kita selaku remaja. Termasuk kebutuhan naluri yang aku sebut di atas tadi. Ditambah sekarang ialah era globalisasi. Informasi yang sehubungan dengan pria dan wanita gampang banget didapat. Dari yang wajar sampai yang kurang ajar. Dari yang biasa sampai yang luar biasa dari yang sekedar teori sampai praktek-nya segala. Semuanya ada.
Idenya, remaja masa kini akan dicekoki bagaimana cara untuk mengekspresikan rasa cinta mereka. Yang pasti ke arah yang liar dan tanpa kendali. Nggak ngeri tuh.. Sigmun Freud saja sampai menghimbau untuk setiap remaja dapat menahan gejolak dalam diri kita (sudah kayak pak lurah saja). Nah, untuk mencukupi “kebutuhan” tapi tidak mengurangi tenaga, waktu, pikiran, harta untuk mengendalikannya, lahirlah pola pikir untuk bergaul secara bebas. Sebebas – bebasnya tanpa ada roaming (lah.. emang ponsel?).
[caption id="attachment_52009" align="aligncenter" width="900"]
hanya ilustrasi via byabiummi.com[/caption]
Di dalam adat pergaulan bebas, pacaran adalah suatu simbol. Maksudnya, remaja yang tidak pacaran adalah remaja yang tidak gahol dan tidak diakui oleh lingkungannya. Di dalam suku yang bernama pergaulan bebas ini, menyandang status jomblo adalah suatu kehinaan. Jadi, jomblo itu pedih, bro. So, dalam hal ini bisa jadi dalam pergaulannya tidak Cuma persahabatan yang ingin diraih tapi ada juga tuntutan lain yang ingin diraih juga. Yup, benar. Tuntutan untuk melestarikan jenis. Tuntutan yang berwujud atas nama cinta dan juga naluri manusiawi. Ini yang jadi berbahaya apabila kita tidak bisa mengendalikannya.
Kenyataannya, remaja sekarang seperti mendapatkan juknis (petunjuk teknis) bagaimana cara untuk menyalurkan gelora mudanya yang sedang membara. Diiringi masuknya budaya barat dengan budaya sekulernya, kawula muda semakin mudah tergoda. Contohnya, Valentine’s day yang sekarang menjadi hari raya para remaja. Dan parahnya, momen Valentine’s Day ini seperti mendapat restu dari para pengelola televisi dan juga para pengusaha, acara – acara heboh bin meriah terlaksana. Dan siapa target pasarnya? Yup, bidikan kepada remaja.
Ada juga faktor yang dari luar, yaitu lingkungan sekitar kita. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap pola pikir kita selaku remaja. Termasuk kebutuhan naluri yang aku sebut di atas tadi. Ditambah sekarang ialah era globalisasi. Informasi yang sehubungan dengan pria dan wanita gampang banget didapat. Dari yang wajar sampai yang kurang ajar. Dari yang biasa sampai yang luar biasa dari yang sekedar teori sampai praktek-nya segala. Semuanya ada.
Idenya, remaja masa kini akan dicekoki bagaimana cara untuk mengekspresikan rasa cinta mereka. Yang pasti ke arah yang liar dan tanpa kendali. Nggak ngeri tuh.. Sigmun Freud saja sampai menghimbau untuk setiap remaja dapat menahan gejolak dalam diri kita (sudah kayak pak lurah saja). Nah, untuk mencukupi “kebutuhan” tapi tidak mengurangi tenaga, waktu, pikiran, harta untuk mengendalikannya, lahirlah pola pikir untuk bergaul secara bebas. Sebebas – bebasnya tanpa ada roaming (lah.. emang ponsel?).
Lingkungan itu bernama pergaulan bebas
[caption id="attachment_52009" align="aligncenter" width="900"]

Di dalam adat pergaulan bebas, pacaran adalah suatu simbol. Maksudnya, remaja yang tidak pacaran adalah remaja yang tidak gahol dan tidak diakui oleh lingkungannya. Di dalam suku yang bernama pergaulan bebas ini, menyandang status jomblo adalah suatu kehinaan. Jadi, jomblo itu pedih, bro. So, dalam hal ini bisa jadi dalam pergaulannya tidak Cuma persahabatan yang ingin diraih tapi ada juga tuntutan lain yang ingin diraih juga. Yup, benar. Tuntutan untuk melestarikan jenis. Tuntutan yang berwujud atas nama cinta dan juga naluri manusiawi. Ini yang jadi berbahaya apabila kita tidak bisa mengendalikannya.
Kenyataannya, remaja sekarang seperti mendapatkan juknis (petunjuk teknis) bagaimana cara untuk menyalurkan gelora mudanya yang sedang membara. Diiringi masuknya budaya barat dengan budaya sekulernya, kawula muda semakin mudah tergoda. Contohnya, Valentine’s day yang sekarang menjadi hari raya para remaja. Dan parahnya, momen Valentine’s Day ini seperti mendapat restu dari para pengelola televisi dan juga para pengusaha, acara – acara heboh bin meriah terlaksana. Dan siapa target pasarnya? Yup, bidikan kepada remaja.
Komentar
Posting Komentar