Hai.. lanjutin dari bahasan yang kemarin tentang asal usul pacaran ya.. jika kamu tahu, label pacaran yang merekat di diri remaja masa kini sangatlah berpotensi menimbulkan ancaman bagi pelakunya. Bahkan jika virus ini sudah stadium 4, bisa membahayakan stabilitas negara... *duh lebay*
Kalau nggak percaya, mari aku buktikan.
Catat!. Dalam jiwa aktivis pacaran ini akan terancam keberlangsungan hidupnya setelah 1 menit 23 detik (ini bukan penelitian ilmiah ya) paska mereka jadian. Mulai dari aktivitas mereka di sekolah, ataupun aktivitas dikesehariannya. Stabilitas ekonomi dan silahturahmi menjadi goyah, pikiran gonjang – ganjing. Ditambah jika kamu meletakkan atmosfir kasmaran dibelakang akal sehat. Hmm.. penyakit melankolis akan langsung meradang dalam hati.
Yang aku maksud di atas itu adalah konsenterasi pelakunya. Seperti yang kita tahu, konsenterasi dibutuhkan pikiran kita untuk menguraikan masalah yang sedang kita hadapi, baik itu yang sederhana sampai masalah yang rumit. Yang menjadi susah adalah ketika perhatian kita jadi terbagi ke sana sini seiring hadirnya sang pujaan di dalam pikiran dan hati kita. Yah, mungkin awal awal kita bisa membaginya secara proporsional perhatian kita. Tapi seiring berjalannya waktu yang ditemani rasa rindu, secara perlahan cinta akan mengekang pikiran kita, mengeleminasi tenaga kita, membagi waktu dan perhatian kita tanpa tersisa kepada sang idaman hati. In the end, perhatian kita kepada urusan kerja, kuliah, atau rumah menjadi sedikit sekali. Nggak sedikit loh yang berkeluh kesah ke aku soal kerjaan kantor, urusan kuliah, ataupun pelajaran sekolah yang terlalaikan akibat pacaran ini.
Kalau dalam fenomenal pacaran ini yang paling utama adalah faktor ekonomi. Percaya deh!. Karena lewat faktor ekonomi bisa ditentukan nasib hidup dan matinya suatu hubungan (kok jadi matre gini ya? Hehe :D). Jadi seorang aktivis pacaran ini haruslah bisa membuat dirinya yang kere bisa terlihat kece. Yang pasti proses itu membutuhkan dana yang banyak, kan? Belum juga kalau doi-nya suka minta minta dibeliin ini-itu. Otomatis kamu akan ngeluarin modal untuk membuat doi bahagia. Ujung – ujungnya para aktivis pacaran ini hanya menerima kwitansi hutang yang menggantikan slip gajinya. Atau yang lebih parah, gaji bulanannya cuma numpang lewat di malam minggu pertama. Minggu lainnya? Gali lubang tutup lubang.
Itu untuk aktivis yang sudah kerja, bisa lebih parah apabila aktivis ini masih di usia sekolah yang masih dapat beasiswa dari ortu, keuangannya bisa morat – marit. Bakal sering meronta ke ortu minta uang tambahan dengan alasan ini-itu. Kalau ngga dapat subsidi tambahan dari ortu, uang SPP alamat diselundupin masuk ke dompet dan didistribusikan ke kafe – kafe untuk memanjakan pacar. Astagfirullah...
Memang bagi mereka aktivis pacaran, berada di samping sang pacar merupakan tempat terindah yang pernah mereka temui. Kebersamaan menjadi parameter paling standart untuk menjalin asmara secara harmonis. Kemana – mana inginnya bersama. Dunia serasa milik berdua, yang lain? Ngekost aja :D . jadi jangan heran jika mereka terlihat seperti Dora dan Boots ataupun si Buta dari Goa Hantu dan Kliwon :D.
Bagi kamu teman sang aktivis pasti kamu sadar jika para aktivis perpacaran Indonsia ini kadar silaturahminya akan sedikit berkurang. Sosialisasi mereka dengan dunianya pun jadi lupa. Waktunya harus rela dituka dengan wakuncar, ngabuburit, ataupun shopping dengan sang pacar terkasih. Seolah sudah nggak ada waktu dengan sahabat dan juga rekan kerja. Bakal repot kalau disalah satu dua sejoli ini tumbuh kuman – kuman penyebab cemburu buta. Rasa cinta yang dulunya begitu indah bertransformasi menjadi rasa memiliki dengan kadar over-proteksi kepada sang belahan hati. Jadi, jangan kaget jika ada kasus kriminal yang diawali dengan rasa cemburu tingkat nasional. Saking cintanya bisa buat gelap mata... ngeri....
Belum merasa ngeri nih sahabatku yang sedang berbunga hatinya? Oke.. sebenarnya ada lagi ancaman yang lebih besar ketika kita cuek akan budaya ini. Dalam budaya barat -asal mula budaya pacaran- pemahaman akan arti kesucian sudah luntur dan bahkan tidak dikenal. Di sana hubungan antara lawan jenis tidak hanya mencakup pegangan tangan dan jalan bebarengan, tapi sudah mencapai “zona tabu” demi menyalurkan hasrat seksual yang menggebu. In the end, seks bebas menjadi hal yang biasa di sana, lebih parah jika seks bebas ini tidak berangkat karena suatu hubungan tapi dari teman seksual yang biasa terjadi, mungkin lebih sering disebut cinta satu malam ya kalau di sini. Karena hal itulah budaya ini turut menjebatani lahirnya permasalahan sosial seperti mewabahnya prostitusi, aborsi, sampai penyakit HIV/AIDS. Hmm...
Okelah.. pembahasan kali ini mungkin cukup sampai di sini sebelum kalian jadi lebih ngeri dan lari dari blog ini hehehe... :D
Silahkan share dan tinggalkan komentar jika kalian terkesan yaa..
Salam hangat..
Kalau nggak percaya, mari aku buktikan.
Catat!. Dalam jiwa aktivis pacaran ini akan terancam keberlangsungan hidupnya setelah 1 menit 23 detik (ini bukan penelitian ilmiah ya) paska mereka jadian. Mulai dari aktivitas mereka di sekolah, ataupun aktivitas dikesehariannya. Stabilitas ekonomi dan silahturahmi menjadi goyah, pikiran gonjang – ganjing. Ditambah jika kamu meletakkan atmosfir kasmaran dibelakang akal sehat. Hmm.. penyakit melankolis akan langsung meradang dalam hati.
Ancaman yang aku maksud itu..
Yang aku maksud di atas itu adalah konsenterasi pelakunya. Seperti yang kita tahu, konsenterasi dibutuhkan pikiran kita untuk menguraikan masalah yang sedang kita hadapi, baik itu yang sederhana sampai masalah yang rumit. Yang menjadi susah adalah ketika perhatian kita jadi terbagi ke sana sini seiring hadirnya sang pujaan di dalam pikiran dan hati kita. Yah, mungkin awal awal kita bisa membaginya secara proporsional perhatian kita. Tapi seiring berjalannya waktu yang ditemani rasa rindu, secara perlahan cinta akan mengekang pikiran kita, mengeleminasi tenaga kita, membagi waktu dan perhatian kita tanpa tersisa kepada sang idaman hati. In the end, perhatian kita kepada urusan kerja, kuliah, atau rumah menjadi sedikit sekali. Nggak sedikit loh yang berkeluh kesah ke aku soal kerjaan kantor, urusan kuliah, ataupun pelajaran sekolah yang terlalaikan akibat pacaran ini.
Musti hati - hati nih..
Kalau dalam fenomenal pacaran ini yang paling utama adalah faktor ekonomi. Percaya deh!. Karena lewat faktor ekonomi bisa ditentukan nasib hidup dan matinya suatu hubungan (kok jadi matre gini ya? Hehe :D). Jadi seorang aktivis pacaran ini haruslah bisa membuat dirinya yang kere bisa terlihat kece. Yang pasti proses itu membutuhkan dana yang banyak, kan? Belum juga kalau doi-nya suka minta minta dibeliin ini-itu. Otomatis kamu akan ngeluarin modal untuk membuat doi bahagia. Ujung – ujungnya para aktivis pacaran ini hanya menerima kwitansi hutang yang menggantikan slip gajinya. Atau yang lebih parah, gaji bulanannya cuma numpang lewat di malam minggu pertama. Minggu lainnya? Gali lubang tutup lubang.
Ancaman menjadi lebih tinggi ketika...
Itu untuk aktivis yang sudah kerja, bisa lebih parah apabila aktivis ini masih di usia sekolah yang masih dapat beasiswa dari ortu, keuangannya bisa morat – marit. Bakal sering meronta ke ortu minta uang tambahan dengan alasan ini-itu. Kalau ngga dapat subsidi tambahan dari ortu, uang SPP alamat diselundupin masuk ke dompet dan didistribusikan ke kafe – kafe untuk memanjakan pacar. Astagfirullah...
“Dan siapakah yang lebih sesat dari pada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang – orang yang zalim.”
(al-Qashas: 50)
Memang bagi mereka aktivis pacaran, berada di samping sang pacar merupakan tempat terindah yang pernah mereka temui. Kebersamaan menjadi parameter paling standart untuk menjalin asmara secara harmonis. Kemana – mana inginnya bersama. Dunia serasa milik berdua, yang lain? Ngekost aja :D . jadi jangan heran jika mereka terlihat seperti Dora dan Boots ataupun si Buta dari Goa Hantu dan Kliwon :D.
Bagi kamu teman sang aktivis pasti kamu sadar jika para aktivis perpacaran Indonsia ini kadar silaturahminya akan sedikit berkurang. Sosialisasi mereka dengan dunianya pun jadi lupa. Waktunya harus rela dituka dengan wakuncar, ngabuburit, ataupun shopping dengan sang pacar terkasih. Seolah sudah nggak ada waktu dengan sahabat dan juga rekan kerja. Bakal repot kalau disalah satu dua sejoli ini tumbuh kuman – kuman penyebab cemburu buta. Rasa cinta yang dulunya begitu indah bertransformasi menjadi rasa memiliki dengan kadar over-proteksi kepada sang belahan hati. Jadi, jangan kaget jika ada kasus kriminal yang diawali dengan rasa cemburu tingkat nasional. Saking cintanya bisa buat gelap mata... ngeri....
Belum merasa ngeri nih sahabatku yang sedang berbunga hatinya? Oke.. sebenarnya ada lagi ancaman yang lebih besar ketika kita cuek akan budaya ini. Dalam budaya barat -asal mula budaya pacaran- pemahaman akan arti kesucian sudah luntur dan bahkan tidak dikenal. Di sana hubungan antara lawan jenis tidak hanya mencakup pegangan tangan dan jalan bebarengan, tapi sudah mencapai “zona tabu” demi menyalurkan hasrat seksual yang menggebu. In the end, seks bebas menjadi hal yang biasa di sana, lebih parah jika seks bebas ini tidak berangkat karena suatu hubungan tapi dari teman seksual yang biasa terjadi, mungkin lebih sering disebut cinta satu malam ya kalau di sini. Karena hal itulah budaya ini turut menjebatani lahirnya permasalahan sosial seperti mewabahnya prostitusi, aborsi, sampai penyakit HIV/AIDS. Hmm...
Okelah.. pembahasan kali ini mungkin cukup sampai di sini sebelum kalian jadi lebih ngeri dan lari dari blog ini hehehe... :D
Silahkan share dan tinggalkan komentar jika kalian terkesan yaa..
Salam hangat..
Komentar
Posting Komentar