Perubahan Fisik, Fungsi, Dan Baku Mutu Yang Terjadi Di Pesisir Banyuwangi

Kian hari, kian bulan, kian tahun, pesisir di Selatan Jawa semakin tergambar jelas sebagai kawasan industri terlebih untuk sentra pertambangan di Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari Kepmen ESDM No. 1204 K/30/MEM/2014 Tentang Penetapan Wilayah Pertambangan Pulau Jawa dan Bali. 

Di dalam peta lampiran Kepmen tersebut secara jelas digambarkan bahwa seluruh kawasan pesisir Selatan Jawa ditandai dengan warna biru terang; warna yang menandakan kawasan pertambangan akan beroperasi. Ditambah adanya legitimasi dari peraturan – peraturan lainnya seperti UU No. 41 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2010 dan PP Nomor 105 tahun 2015 yang mengatur tentang Kehutanan dan Penggunaaan kawasan Hutan. Artinya, kawasan lindung, hutan, pertanian dan pemukiman beserta seluruh makhluk hidup yang tersebar, membentang dan bermukim di seluruh pesisir selatan pulau Jawa, khususnya provinsi Jawa Timur, berada dalam ancaman yang serius.
Banyuwangi sebagai kawasan strategis pembangunan
Lampiran dari Kepmen ESDM No. 1204 K/30/MEM/2014
Dalam penelusuran Affandi (2016), sedikitnya terdapat beberapa catatan penting terkait dengan tiga regulasi yang mengatur tentang kehutanan tersebut, yakni:
  1. memberikan peluang penggunaan kawasan hutan untuk pertambangan dengan dalih tujuan strategis (pasal 4 PP Nomor 105, tahun 2015).
  2. memberikan peluang untuk dilakukannya pola pertambangan terbuka dan pertambangan bawah tanah di kawasan hutan industri, dan
  3. memberikan peluang bagi pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan untuk dapat melakukan kegiatan di areal izin pinjam pakai kawasan hutan tersebut sebelum pelaksanaan tata batas diselesaikan (pasal 17 PP Nomor 105, tahun 2015).

BAGAIMANA DENGAN BANYUWANGI?

Banyuwangi merupakan wilayah kabupaten di ujung paling timur pulau Jawa, yang secara administratif masuk ke dalam provinsi Jawa Timur. Sebagian besar wilayah kabupaten ini terletak di pesisir selatan Jawa Timur. Selain Banyuwangi, di provinsi Jatim masih terdapat 7 kabupaten lainnya, yang juga berlokasi di pesisir selatan Jawa. Banyuwangi dikategorikan sebagai kabupaten terluas di provinsi Jawa Timur, dan juga sekaligus terluas di pulau Jawa, yakni mencapai 5.782,50 km2 (Wikipedia, 2016). Dalam jumlah luas tersebut, wilayahnya meliputi: kawasan hutan yang mencapai 183.396,34 ha (31,72%), persawahan 66.152 ha (11,44%), perkebunan seluas 82.143,63 ha (14,21%), dan pemukiman sekitar 127.454,22 ha (22,04%). Sebagai kabupaten terluas dan terletak di pesisir, Banyuwangi memiliki garis pantai sepanjang 175, 8 km. Selain itu ia juga memiliki 10 pulau (Laman Resmi Kabupaten Banyuwangi, 2016).

Di Kabupaten Banyuwangi terdapat Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), satu diantara taman nasional yang tersisa di pulau Jawa saat ini. TNMB ini mencakup dua kabupaten, yakni Banyuwangi dan Jember, luasnya mencapai 55.845 ha (Laman Resmi TNMB). Selain menyimpan kekayaan hayati, TNMB juga diprediksi menyimpan kekayaan mineral logam dalam jumlah yang cukup besar. Jumlah mineral yang melimpah tersebut telah berulang kali membuat para investor berlomba-lomba untuk mengubah kawasan TNMB dan pesisir banyuwangi lainnya menjadi areal industri ekstraktif pertambangan. Perburuan terhadap mineral tambang ini sedikitnya dapat dilacak hingga dua dekade ke belakang, tepatnya pada tahun 1995 saat PT. Hakman Metalindo mendapatkan ijin Kuasa Pertambangan dari ESDM di Banyuwangi dan Jember dengan luas kawasan eksplorasi mencapai 62.586 ha yang kemudian dilanjutkan oleh koleganya, yakni PT. Merdeka Copper Gold, Tbk (Affandi, 2016).
Lokasi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) terletak di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Propinsi Jawa Timur, dengan IUP OP seluas 4.998 ha, dan IUP Eksplorasi seluas 6.623 ha. Dalam laman resminya, PT. Merdeka Copper Gold, Tbk, mengatakan bahwa proyek pertambangan Tumpang Pitu ini memiliki potensi tembaga mencapai 19 miliar lbs atau setara dengan 8,55 miliar kg, dan 28 juta ons emas (Merdeka Cooper Gold, 2016). Emas di Tumpang Pitu ini, sebagaimana yang diberitakan oleh Rappler (2015), menurut peneliti dan ahli geologi dari University of Tasmania, Australia, merupakan emas terbaik di dunia.

Hadirnya PT. Merdeka Copper Gold, Tbk, kini telah memicu konflik sosial dan perlawanan dari warga desa Sumberagung dan sekitarnya. Penyebabnya diantaranya adalah kawasan tangkap ikan nelayan tradisional dan kawasan wisata pantai Pulau Merah yang bersebelahan langsung dengan areal pertambangan telah rusak total (Affnadi, 2016). Ribuan nelayan dusun Pancer dan warga Sumberagung lainnya yang merasakan dampak langsung kehadiran pertambangan di wilayah mereka meresponnya dengan turun ke jalan melakukan protes di sekitar wilayah pertambangan. Namun protes warga tersebut dihadapkan dengan represi aparat, seperti yang terjadi pada pertengahan-akhir November 2015. Tak kurang aksi protes warga yang dihadapkan dengan 400-aparat keamanan negara tersebut menyebabkan 2 orang warga tertembak (Rappler, 2015).

APA DAMPAK YANG DITIMBULKAN SEKARANG?

Pantai Pulau Merah adalah salah satu destinasi wisata unggulan Kabupaten Banyuwangi. Namun karena adanya aktivitas pertambangan oleh perusahaan – perusahaan pemegang wilayah di daerah tersebut menyebabkan terjadinya banjir lumpur, air yang terlihat bening menjadi keruh dan coklat. Beberapa wisatawan terpaksa membatalkan surfing dan harus kembali karena tidak memungkinkan untuk berselancar.

Penyebab banjir lumpur di Pantai Pulau Merah dikarenakan oleh adanya pembukaan lahan di Gunung Tumpang Pitu yang dibangun untuk kawasan pertambangan emas. Secara regulasi, kegiatan tambang emas di Tumpang Pitu sudah terpenuhi, namun yang harus diingat adalah adanya fasilitas sosial dan wisata yang ada di sekitarnya. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Banyuwangi, Chusnul Khotimah kepada Kompas (Rachmawati, 2016).

Menanggapi akan adanya tragedi ini Kepala BLH Banyuwangi mengirim sampel lumpur dari Pantai Pulau Merah ke laboratorium Universitas Jember. Uji lab ini digunakan untuk memastikan kandungan lumpur dan dampak terhadap lingkungan sekitar. Meski tidak disebutkan berapa hasil dari uji lab tersebut, namun bulan lalu (red:Agustus 2016) masih bagus dan setiap bulannya akan diadakan uji sampel air laut untuk mengetahui kondisi lingkungan di kawasan tersebut (KBR, 2016)

Bertolak belakang dengan penuturan Suyitno, penjaga Pantai Pulau Merah kepada Antara (2016) yang mengaku melihat beberapa biota laut yang mati akibat banjit lumpur di perairan tersebut. “Ada beberapa gurita yang ditemukan mati akibat lumpur. Beberapa karang di sisi Timur juga dipenuhi lumpur yang merupakan habitat gurita karena batu karangnya juga berwarna coklat” imbuhnya.

Selain telah memberikan peningkatan pendapatan di bidang pariwisata, Tumpang Pitu dan pesona alamnya juga telah membawa berkah bagi penduduk Pancer yang berkegiatan sebagai nelayan.

Sebagian besar penduduk nelayan yang bermukim di Pancer tetap bertahan sebagai nelayan hingga hari ini. Walaupun profesi mereka kini terancam dengan hadirnya pertambangan. Namun masyarakat tetap memutuskan bahwa tidak akan pernah mundur sedikitpun untuk beralih profesi, meskipun ongkos untuk melaut terus melambung tinggi. “Kami kini harus melaut jauh ke tengah, pasca bencana lumpur pertambangan Tumpang Pitu”, ungkap Ahmad (sesepuh Desa Sumberagung). Karena laut telah memberikannya kehidupan selama 2 generasi, Ahmad dkk akan tetap berjuang dan mencari cara agar pertambangan segera dihentikan.

Bagi nelayan Pancer, Tumpang Pitu setidaknya memiliki 2 peran penting, yakni:
  1. Bukit Tumpang Pitu adalah tetenger atau penanda bagi mereka saat melaut. Setiap pagi, ketika mereka berada di laut lepas,  titik yang mereka cari untuk menentukan arah adalah pulau Nusa Barong di sebelah barat, Gunung Agung di sebelah Timur dan Bukit Tumpang Pitu ditengah-tengahnya. Dari situlah mereka bisa mengarahkan haluan, menuju Puger, Rajegwesi, Pancer, ataupun Muncar. Jika bukit Tumpang Pitu menghilang maka mereka akan kehilangan salah satu tetenger daratan yang menjadi acuan arah.
  2. Bukit Tumpang Pitu adalah benteng bagi Nelayan yang tinggal di pesisir Teluk Pancer. Pada musim-musim tertentu, saat angin Tenggara yang kencang bertiup, bukit Tumpang Pitu melindungi perkampungan ini dari ancaman bencana yang dibawa oleh tiupan angin kencang tersebut. Menurut warga, ketika bukit Tumpang Pitu belum digempur habis oleh pertambangan, seperti saat ini, beberapa atap rumah warga telah mengalami kerusakan ketika datang angin tenggara. Hal ini bisa dibayangkan betapa besarnya kerusakan yang harus mereka hadapi tatkala benteng alami ini dibongkar oleh aktivitas tambang.
Hingga saat ini, sebagian besar para nelayan masih pergi melaut dengan cara berkelompok. Hubungan yang demikianlah yang menyebabkan perlawanan terhadap industri pertambangan di Tumpang Pitu terus subur dan menguat dari kelompok nelayan. Hal ini semakin tidak bisa ditawar dengan kesadaran batin yang telah tercipta antara nelayan dan laut.

Kesimpulan

Dari hasil analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan penambangan yang berada di Gunung Tumpang Pitu tersebut mengakibatkan pergesaran fungsi dari Pantai Pulau Merah. Dari yang awalnya adalah pusat kegiatan perikanan dan pariwisata serta patokan arah bagi nelayan yang melaut, kini berubah alih fungsi sebagai kawasan penambangan. Dan lebih parahnya, kawasan ini sudah ditetap kan menjadi kawasan objek vital nasional melalui SK Menteri Nomor. 631 K/30/MEM/2016.

Perubahan fisik dari Pantai Pulau Merah pun tak dapat dihindari. Dampak yang ditimbulkan pun beragam. Mulai dari berubahnya warna laut dari bening ke coklat, menurunnya jumlah wisatawan di Pulau Merah, nelayan yang harus lebih jauh untuk mencari ikan, dan hilangnya penahan angin serta gelombang besar yang berasal dari Laut Selatan.

Saran

Meskipun dari sisi hukum kegiatan penambangan ini legal dan sah dan didukung penuh oleh Pemda Banyuwangi, namun Pemda Banyuwangi bersama BLH Banyuwangi dimohon untuk lebih tegas dalam menanggapi awal krisis sosial-ekologis di Tumpang Pitu Banyuwangi ini. Mengutip dari kata – kata demonstran antitambang Tumpang Pitu, “Kami bisa hidup tanpa emas, tapi tidak tanpa air”.

DAFTAR RUJUKAN

Komentar

Lihat Juga Nih